Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketersediaan sumber daya manusia yang menguasai kemampuan teknis dalam mengelola pusat data menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pengadaan Pusat Data Nasional sebagai upaya menjaga ketahanan digital dan mempercepat transformasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Koordinator Infrastruktur dan Teknologi Interoperabilitas Pemerintahan Kemkominfo Ade Frihadi dalam diskusi mengenai Pusat Data Nasional menyampaikan bahwa butuh kompetensi dan kapasitas yang tinggi dalam mengelola data center. Kenyataannya saat ini menurut Ade, ASN yang ada belum banyak yang memiliki kemampuan IT.
Baca juga: Pengoptimalan TKDN di BUMN Klaster Pertahanan Bakal Dongkrak Industri Dalam Negeri
Senada dengan Ade, Hendra Suryakusuma, Ketua Umum Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan dan pengelolaan data center ada pada SDM karena hampir 73 persen downtime operasional data center ini disebabkan oleh personal yang tidak mumpuni.
"Kami di Industri pun merasa kekurangan SDM yang mumpuni, oleh karenanya kami bekerjasama dengan Universitas Indonesia pada fakultas teknik elektronya untuk bisa memiliki kurikulum khusus data center," ungkap Hendra, Rabu (30/6/2021).
Baca juga: MenPAN-RB akan Bubarkan Sejumlah Lembaga Negara Untuk Rampingkan Birokrasi, Singgung Kemkominfo
Oleh karenanya Hendra berpendapat, Kominfo gagal menjalankan fungsinya membangun SDM yang mumpuni untuk mendukung transformasi digital nasional. Kominfo hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang sebenarnya merupakan ranah pelaku usaha di industri.
"Kemenkominfo sebagai regulator seharusnya mendukung penyelenggara data center nasional dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri nasional, dan tidak menjadi pesaing pelaku industri yang sudah berinvestasi," ungkap Hendra.
Lebih lanjut disampaikan Hendra, pembangunan Pusat Data Nasional tidak menjadi solusi permasalahan industri data center nasional yang membutuhkan talenta digital Indonesia untuk mengoperasikan dan mengembangkan layanan data center dan komputasi awan.
Disampaikan Hendra saat ini pihaknya sudah bekerja sama dengan lembaga sertifikasi SNI pusat data dengan menerjunkan lima orang engineer untuk merumuskan standar nasionalnya, baik standar untuk spesifikasi teknis, standar operasional data center dan standar audit.
Dalam kesempatan yang sama, Ardi Sutedja, Chairman Indoseisa Cyber Security Forum (ICSF) berpendapat bahwa pengadaan SDM untuk pengelolaan data center tidaklah murah. Berkaca dari pengalaman Pusat Komando Siber Nasional Amerika Serikat, butuh waktu lima tahun untuk membangun SDM yang mumpuni padahal anggaran yang disediakan berlimpah dan infrastrukturnya lengkap tersedia.
"Jadi dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini tidak sesederhana bahwa, ini ada aggarannya. Tapi siapa yang menjalankan, SDM-nya mana. Peningkatan kemampuan SDM ini penting terlebih untuk mencegah kebocoran data?" tegas Ardi.
Selain itu menurut Ardi dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini sebaiknya semua stakeholder baik pemerintah maupun industri melakukan kolaborasi.
"Jangan mentang-mentang ada anggarannya, ya sudah bangun saja tetapi lupa bahwa ada industri yang sudah bangun kapasitas besar untuk data center dan akhirnya idle. Ini akan menjadi persoalan karena teknologi itu umurnya pendek. Jika Pemerintah membangun sendiri data center, dalam beberapa tahun teknologinya sudah dipastikan akan tertinggal dari data center pelaku usaha.”
Pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan dengan matang kondisi di industri berisiko menjadi beban bagi Pemerintah, apa lagi dengan pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
Palapa Ring adalah salah satu contohnya. Infrastruktur yang digadang-gadang akan menghubungkan masyarakat dari Sabang hingga Merauke dengan internet ternyata tidak termanfaatkan dengan baik. Jika dibandingkan dengan kapasitas fiber optic yang tergelar, Pemerintah baru bisa me-utilisasi kurang dari 10 persen.
Lebih lanjut Ardi menanyakan mengapa Pemerintah tidak memberdayakan data center milik pelaku usaha di industri? Data center yang dimiliki pelaku usaha sudah mampu memenuhi spesifikasi Pusat Data Naisonal. Kapasitasnya pun tersedia. Pola pikir reinventing the wheel yang selama ini diterapkan Pemerintah adalah ancaman serius bagi kemajuan bangsa dan negara.
Ardi khawatir apabila ada campur tangan asing dalam pembangunan Pusat Data Nasional ini, karena data center ini akan menjadi "rumah" bagi seluruh data pemerintahan. Ardi mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab apabila terjadi peretasan dan kebocoran data.
Terkait kapasitas yang dimiliki oleh industri data center saat ini Hendra menyampaikan bahwa pada awal didirikan di tahun 2016 kapasitas data center milik anggotanya sebesar 38 MW dan hingga per bulan ini sudah menjadi 72 MW, Hendra memerkirakan akhir tahun ini kapasitasnya menjadi 120 MW dan hampir semua anggota IDPRO membangun kapasitas baru setiap tahunnya.
Melihat besarnya kemampuan pelaku usaha data center nasional, Hendra sangat menyayangkan bahwa selama ini Pemerintah belum melibatkan industri data center nasional dalam perencanaan pemenuhan kebutuhan Pusat Data Nasional.
“Sejauh ini belum ada diskusi mengenai kebutuhan berapa besar kapasitas Pusat Data Nasional. Jika kita dilibatkan, kita bisa siapkan kapasitasnya, sehingga Pemerintah tidak perlu membangun lagi” tutup Hendra.