News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aturan EBT Berpotensi Naikkan Tarif Listrik, Berikut Penjelasannya

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah klausul dalam aturan dan rancangan aturan energi baru terbarukan dinilai tidak adil bagi masyarakat dan PLN.

Pemerintah perlu memastikan setiap investor kelistrikan ikut menanggung risiko usaha dan jangan ditimpakan ke negara melalui PLN saja.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesias Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara.

Ia mengatakan, fenomena menimpakan risiko usaha kelistrikan pada negara tercermin dari kebijakan take or pay.

Dalam mekanisme itu, negara melalui PLN harus membayar penyedia listrik swasta (IPP) sesuai kontrak meski dayanya tidak terpakai.

Baca juga: Ini Cara Dapatkan Bantuan Listrik PLN bagi Pelanggan Daya 900 VA, Diperpanjang hingga Desember 2021

“Investor itu menjadi seolah-olah tidak ikut menanggung potensi kerugian padahal bisnis kan ada untung ada rugi,” kata dia, Senin (19/7/2021), di Jakarta.

Mekanisme ToP memastikan keuntungan bagi IPP atau investor. Sementara bagi negara dan PLN, untung atau rugi harus ditanggung. Karena itu, mekanisme tersebut tidak bisa diterima.

“Kalau PLN bermasalah bisa bangkrut, dikuasai asing atau swasta. Bagi pelanggan itu bisa listrik bisa mahal, kalau pun PLN tidak bangkrut maka PLN harus menaikkan biaya pokok tarif,” ujarnya.

Sayangnya, mekanisme itu sudah berlaku dalam penyediaan listrik oleh PLTU dari IPP. Dalam rancangan undang-undang energi baru terbarukan (EBT) yang tengah dibahas di DPR, mekanisme sejenis akan diterapkan. Dalam RUU itu ditetapkan, PLN wajib membeli berapa pun daya yang disediakan IPP EBT swasta. Kewajiban itu tidak memandang apakah PLN butuh atau tidak.

Marwan mengingatkan, sekarang PLN sedang kelebihan daya. Dampak berat ToP paling terasa paling tidak sejak 2019.

Konsumsi listrik turun, sementara biaya yang harus dibayar tetap. Pandemi membuat konsumsi semakin turun. Sekarang cadangan daya sudah di atas 35 persen dari idealnya 30 persen.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan, listrik yang dihasilkan oleh EBT ini harganya masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan oleh batu bara. Ini akan menjadi permasalahan tersendiri baik bagi Pemerintah maupun bagi masyarakat.

Baca juga: Jaga Daya Beli Masyarakat, PLN Siap Salurkan Stimulus Listrik Hingga Akhir 2021

Terkait EBT, hal lain yang disoroti Marwan adalah upaya mengubah klausul di Peraturan Menteri ESDM nomor 49 tahun 2018 khususnya terkait biaya ekspor energi PLTS IPP mikro ke PLN. Dalam permen itu ditetapkan, nilai transaksi ekspor 1:0,65 di mana 1 untuk harga listrik PLN dan 0,65 untuk komponen biaya PLTS IPP mikro. Sejumlah pihak, dengan alasan mendorong percepatan pengembalian investasi, meminta ketentuan diubah menjadi 1:1.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini