“Kalau seperti itu (porsi 1:1) jadinya orang tidak punya PLTS menyubsidi orang yang punya PLTS. Tidak adil. Kalau membangun energi bersih, jangan dipakai untuk mencari keuntungan. Apakah gardu listrik, (jaringan) transmisi PLN tidak dihargai? Masa (aset) PLN hanya numpang lewat saja,” kata dia.
Ia mengingatkan, upaya mengubah klausul dalam Permen ESDM 49/2018 hanyalah demi kepentingan bisnis. Upaya itu tidak didorong keinginan pelestarian lingkungan. Upaya itu juga bisa menekan usaha memeratakan penyediaaan kelistrikan.
Terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, sangat prihatin dengan sejumlah klausul dalam RUU EBT dan aneka aturan lain soal EBT. Dengan aturan sekarang dan nanti ditambah RUU EBT, subsidi bisa bertambah sampai Rp 1,5 triliun untuk setiap 1 GW PLTS IPP yang dimasukkan ke sistem.
“Hal ini disebabkan dengan kewajiban PLN membeli energi listrik dari PV Rooftop maka akan menaikan biaya pokok produksi sebesar Rp7/kwh dan akan terus meningkat seiring dengan peningkatkan kapasitas PV Rooftop ini,” tuturnya.
Kenaikan BPP otomatis akan meningkatkan subsidi dan kompensasi. Jika tarif untuk pelanggan subdisi, maka pemerintah akan mensubsidi tarif listrik tersebut. Untuk pelanggan yang non subsidi tetapi tidak ada tarif adjustment, maka pemerintah harus memberikan dana kompensasi kepada PLN. Jika dinaikan maka akan memberatkan bagi masyarakat. Padahal, kondisi saat ini, pelanggan yang disubsidi hanya 25% dan yang non subsidi sebanyak 75% dari total pelanggan PLN.
“Hal ini akan sangat memberatkan bagi PLN maupun pemerintah,” kata dia.
Dalam Peraturan Menteri ESDM No 49/2018 tentang skema transaksi PLTS Atap ada aturan nilai transaksi ekspor energi dari PLTS atap pelanggan ke PLN akan dinaikkan menjadi 100% dari sebelumnya 65%.
“Aturan itu tidak adil bagi BUMN yang berpuluh tahun ditugasi negara menyediakan layanan kelistrikan. Listrik PLTS intermittent atau tidak bisa terus menerus sehingga harus disediakan cadangan oleh PLN. PLN juga sudah dan harus terus membangun dan merawat jaringan transmisi dan distribusi. Hal yang tidak dilakukan pemilik PLTS. Tidak adil kalau nilai transaksinya 1:1,” tuturnya seraya menekankan pentingnya mempertimbangkan faktor pembangunan dan perawatan jaringan distribusi dan transmisi serta sarana penunjang layanan kelistrikan lainnya.