TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Suryo Eko Hadianto menceritakan lengkap pengalaman pribadinya, bergelut di dunia pertambangan nasional.
Kisah itu ditulis dalam Buku 100 Anak Tambang Indonesia yang akan terbit bertepatan dengan peringatan HUT RI Ke-76.
Latar belakang pendidikan Suryo Eko sangat bertolak belakang.
Namun, dirinya mampu memberikan kontribusi nyata bagi sektor pertambangan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Saya lulusan matematika murni bukan terapan. Tetapi saya memang ada ketertarikan dengan dunia tambang sejak SMA," ujarnya saat wawancara khusus dengan Tribun Network, Rabu (11/8/2021).
Ia juga menjelaskan bahwa tambang tidak merusak lingkungan melainkan dapat menciptakan peradaban kehidupan baru serta menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Menurutnya, menambang hanya merubah rona awal ke dalam perut bumi tapi menghadirkan banyak sekali manfaat.
"Anggaplah tadinya seperti bola kemudian dilobangkan ke dalam. Itu semua orang mencibir merusak lingkungan. Padahal menambang menambahkan resources untuk dieksploitasi dan bermanfaat bagi kehidupan jangka panjang," urai Suryo Eko.
Ia mengajak anak-anak tambang untuk membuktikan bahwa tambang tidak merusak lingkungan tetapi justru berguna melestarikan lingkungan bahkan membuka banyak lapangan kerja.
Berikut petikan wawancara khusus Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Suryo Eko Hadianto.
Baca juga: Dirut Bukit Asam Tidak Ragu PHK Karyawan yang Menolak Divaksin
Apa yang Anda ceritakan di dalam Buku 100 Anak Tambang?
Saya cerita hal-hal yang kami lalui selama meniti karier di tambang. Karena terus terang saja dunia tambang jauh dari background pendidikan saya.
Saya lulusan matematika murni bukan terapan. Tetapi saya memang ada ketertarikan dengan dunia tambang sejak SMA.
Saya ceritakan bagaimana orang melihat sosok Suryo Eko sebagai orang matematika terperosok di dunia tambang. Dan itu yang saya ceritakan ada gairah untuk mempelajari tambang lebih lanjut.
Ada cerita unik dalam pengalaman Anda menggeluti tambang?
Ketika orang tambang tidak mempercayai orang matematika bekerja di pertambangan. Itu pengalaman awal yang saya tulis di buku tersebut.
Pada saat itu ada direktur utama saya yang baru dilantik, dia biasanya melakukan kunjungan ke satuan kerja-satuan kerja.
Dia kemudian datang ke ruangan saya yang terdiri dari multidisiplin ilmu karena satuan kerjanya adalah bersifat kajian.
Jadi ada berbagai macam latar belakang ada orang teknik sipil, teknik mesin, ekonomi, teknik industri, tambang, dan geologi. Itu semua berkumpul.
Saat dirut bertanya ke orang latar belakang mesin yang backgroundnya bukan matematika, dia menilai bagus. Begitu juga saat menanyakan kajian ekonomi di tambang.
Namun begitu giliran saya yang berlatar belakang pendidikan matematika sontak mendapat respons berbeda. Dia seakan tak yakin dengan kemampuan saya.
Dia bilang, matematika bisa apa di tambang. Pengalaman itu merupakan yang tidak bisa saya lupakan dan membuat saya ingin membuktikan dan terus belajar.
Kenikmatan apa yang Anda rasakan berkarya di dunia tambang?
Saya memang doyan dengan tantangan. Saya merasa banyak orang mengatakan tambang itu merusak lingkungan. Itu tantangan tersendiri lagi untuk menunjukkan bahwa tambang tidak merusak. Justru tambang berguna bagi lingkungan.
Tambang membangun peradaban, membangun kesejahteraan dan membangun masa depan yang lebih baik. Ini yang ingin kami wujudkan.
Apakah challenge membuktikan tambang berguna sejauh ini sudah terealisasi?
Yang bisa menilai saya sudah berhasil menjawab tantangan tersebut tentu orang lain. Tetapi saya berusaha menunjukkan. Dalam persepsi saya ada ketidakadilan orang menilai tambang.
Bisa dibayangkan menambang hanya merubah rona awal ke dalam perut bumi. Anggaplah tadinya seperti bola kemudian dilobangkan ke dalam. Itu semua orang mencibir merusak lingkungan.
Sementara kalau arsitek atau teknik sipil membangun gedung mercusuar setinggi langit, itu juga merubah rona awal tapi bentuknya ke atas. Namun semua orang tepuk tangan.
Baca juga: Bos PT Bukit Asam: Menambang Itu Tak Rusak Lingkungan, Tapi Ciptakan Peradaban Baru
Membangun gedung ke atas itu paling fungsinya hanya untuk perkantoran atau mal. Sedangkan menambang ke dalam perut bumi menambahkan resources untuk dieksploitasi ke luar dan bermanfaat bagi kehidupan jangka panjang maupun adanya peradaban baru yang dihasilkan.
Bayangkan kalau tidak ada nikel yang ditambang, hari ini tidak akan ada handphone. Begitu juga kalau tidak ada tambang batubara maka tidak akan ada pasokan listrik yang besar di dunia saat ini.
Tambang juga mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup besar.
Bagaimana kondisi para pekerja tambang di masa pandemi Covid-19?
Pandemi memang cukup menyita energi apalagi ini pandemi yang risikonya nyawa. Jelas itu mempengaruhi psikologi mereka dalam bekerja.
Kami di Bukit Asam betul-betul ketat menerapkan protokol kesehatan karena itu menjadi kesadaran komunal.
Apabila di tengah tambang banyak teman-teman kena, kegiatan penambangan bisa berhenti. Kami bercermin dari usaha tambang yang satu grup dengan kami di MIND ID yaitu Freeport yang sempat ditutup operasional tambangnya akibat salah satu karyawan terkena Covid-19.
Kami sepakat jangan sampai tambang Bukit Asam ditutup karena kasus Covid-19. Ini dilakukan secara masif dalam upaya menjaga protokol kesehatan.
Kita biasa lingkungan kerja yang keras. Yang saya salut teman-teman mau diajak untuk patuh prokes.
Vaksin menjadi ikhtiar kita memutus penyebaran Covid-19, apakah ada karyawan Bukit Asam yang menolak?
Baca juga: Cerita Direktur Utama PT Bukit Asam Diremehkan Soal Kemampuannya di Dunia Tambang
Ada beberapa yang menolak saya jelaskan kepada teman-teman coba ditelusuri apa penyebab mereka menolak divaksin.
Vaksin tidak hanya menyelamatkan diri sendiri.
Ini bentuk tanggung jawab sosial kepada mitra kita dan SGDs kegiatan bisnis perusahaan. Saya kebayang kalau ada yang tidak mau divaksin maka kegiatan tambang kita berpotensi ditutup.
Kami cukup keras memberi punishment kalau ada karyawan menolak divaksin. Jawaban dari mereka cukup sulit karena persoalan keyakinan.
Kami gunakan pendekatan spiritual, ujungnya tidak ada satupun yang tidak mau divaksin. Karena tujuan kami buat aturan yang keras bukan untuk PHK tapi untuk membawa mereka selamat.
Ada pesan khusus kepada anak tambang yang sedang berjuang di bidang tambang dalam situasi pandemi?
Pesan saya tantangan harus dihadapi tetapi jangan modal nekat. Protokol kesehatan tetap kita lakukan. Jangan menerabas sesuatu yg memang berbahaya.
Di situasi pandemi eksploitasi tambang masih bisa dilakukan secara baik. Jangan merusak lingkungan. Buktikan bahwa tambang tidak merusak lingkungan.
Ada tiga hal yang bisa diperbuat oleh anak-anak tambang yaitu menciptakan peradaban baru karena tambang tidak berada di tengah kota.
Kedua mari kita menambang bukan sekadar untuk kesejahteraan pribadi atau kesejahteraan segelintir orang. Tap menambangi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Terkadang kita merasa masyarakat sekitar mengganggu kegiatan kita. Stereotype ini harus diubah. Bahwa mereka sudah menyediakan daerahnya untuk dieksploitasi.
Artinya kita sudah diberi terlebih dahulu maka kita harus hadir bertanggung jawab memberi kesejahteraan kepada mereka.
Adakah strategi komunikasi khusus mengajak masyarakat sekitar hidup damai di daerah tambang?
Kuncinya satu ketulusan tanpa kamuflase. Benar-benar kita ingin berbuat untuk masyarakat. Ada rasa bahwa masyarakat sudah lebih dulu memberi kepada kita. Sehingga apapun yang dilakukan masyarakat kita bisa legowo.
Dengan demikian kita bisa menerima perilaku yang mungkin orang lain tidak bisa menerima. Kita menjadi lebih sabar dan dalam melangkah berelasi dengan masyarakat.
Kita juga harus menempatkan masyarakat di posisi yang terblow-up tentu dengan ketulusan bukan lips service. Masyarakat bisa merasakan kalau kita ada keberpihakan terhadap masyarakat.
Selama kita menunjukkan ketulusan, masyarakat dengan latar belakang budaya apapun pasti akan menerima. Kita berbuat bukan untuk kebaikan perusahaan tetapi membalas budi masyarakat. (tribunnetwork/reynas abdila)