"Sejak pandemi, utangnya tambah lagi. Setiap bulan, bahkan ada penambahan utang Rp 1 triliun seiring dengan penundaan pembayaran dan minusnya pendapatan Garuda setiap bulan," kata Yenny dalam akun Youtube-nya yang dikutip Sabtu (14/8/2021).
Berdasarkan catatan, kata Yenny, pendapatan Garuda pada Mei 2021 mengalami minus 60 juta dolar atau setara Rp 860 miliar.
"Saat bersamaan, Garuda mesti harus membayar sewa pesawat sebesar 56 juta dolar AS, biaya perawatan pesawat 20 juta dolar AS, avtur 20 juta dolar AS, dan biaya pegawai 20 juta dolar AS," ucapnya.
Beban keuangan yang berat pada saat ini, Yenny mengibaratkan Garuda seperti memiliki komorbid atau penyakit bawaan, dan ketika dihantam pandemi Covid-19 langsung parah kondisinya.
Baca juga: Yenny Wahid Mundur dari Kursi Komisaris Garuda Indonesia
Penyakit bawaan yang diderita Garuda sejak lama, dicontohkan Yenny yaitu pengadaan pesawat yang bermasalah dan dampaknya dirasakan sampai sekarang.
"Ada beberapa pesawat yang kita miliki sebenarnya tidak cocok untuk perusahaan. Sehingga merugi ketika pesawat diterbangkan, dan masalahnya biaya yang menyangkut pesawat adalah biaya terbesar Garuda. Jadi efeknya masih terasa sampai sekarang," paparnya.
"Tidak gampang negosiasi dengan lessor, karena ini uang miliaran rupiah, ratusan miliar. Jadi mereka juga akan alot," sambung Yenny.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Seno Tri Sulistiyono)
Baca berita lainnya terkait Perombakan Dewan Direksi Garuda.