Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pada Kongres ISEI XXI menyatakan ekonomi Indonesia pulih ke level sebelum pandemi pada kuartal kedua tahun ini, bahkan lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Klaim Menkeu tersebut berdasarkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II dibandingkan periode yang sama tahun lalu, lebih baik dari pada negara tetangga Malaysia dan Singapura yang belum melebihi PDB sebelum pandemi.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS Anis Byarwati menyebut perbandingan yang dikatakan Menkeu Sri Mulyani tidak komprehensif.
"Pemerintah mengambarkan pertumbuhan ekonomi secara parsial, padahal secara alamiah PDB per kuartal paling tinggi ada di kuartal III, perlu dibuktikan dulu apakah nanti kuartal ke III 2021 bisa tumbuh lebih tinggi dari kuartal II 2021 atau sebaliknya, jadi tidak bisa oversimplifikasi kita sudah pulih," ujarnya.
"Sebagai catatan Singapura itu sudah tumbuh positif 1,5 persen sejak kuartal I 2021, di saat yang sama Indonesia masih minus 0,7 persen," ujar Anis, kepada wartawan, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Sampai Agustus, Serapan Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional 43 Persen
Anis juga menjelaskan Singapura, Malaysia, dengan Indonesia secara basis ekonominya berbeda.
“Singapura basis ekonomi perdagangan internasional, sementara kita dominan didorong konsumsi rumah tangga. Mereka pun merespon cepat varian delta dengan pembatasan ketat, pun Malaysia lockdown dari awal, prioritas mereka kesehatan,” ujarnya.
Baca juga: Komisi V DPR Setujui Rencana Kerja dan Anggaran untuk 3 Kementerian dan 2 Lembaga
Anggota DPR RI Komisi XI dari Partai Keadilan Sejahtera ini mengingatkan berdasarkan proyeksi terakhir IMF, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2021 bahkan dibawah rata-rata negara yang dikategorikan ASEAN-5 (4,9%), seperti Filipina (6,9%), Malaysia (6,5%), dan Vietnam (6,5%).
Baca juga: BI Beber Empat Tantangan Pemulihan Ekonomi Nasional di Masa Pandemi
Indonesia hanya berada diatas Thailand (2,6%), tetapi juga masih jauh berada dibawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia (Emerging and Developing Asia) dan negara-negara berkembang dan berpendapatan menengah umumnya (Emerging Market and Middle-Income Economies) yang diproyeksikan akan tumbuh masing-masing 8,6% dan 6,9%.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini turut menyayangkan pemerintah sibuk pada data pertumbuhan ekonomi jangka pendek, sedangkan berdasarkan proyeksi IMF ekonomi Indonesia selalu turun di bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 6 persen pada tahun 2021.
“Sayangnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia justru turun terus menjadi 4.3 persen dari 4.8 persen proyeksi bulan Januari dan turun lagi 3,9 persen proyeksi bulan Juli,” katanya.
Dia lantas menekankan kepada pemerintah untuk fokus kepada tantangan ekonomi jangka panjang yang tidak bisa hanya dengan membanggakan pertumbuhan ekonomi kuartal yang semu.
"Tantangan kedepan lebih berat, adanya tapering off bank sentral AS, risiko imported inflation (inflasi karena harga barang impor naik), dan pemulihan ekonomi tidak merata di semua sektor," tegasnya.
Lebih lanjut, Anis menyampaikan kualitas pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani rendah kualitasnya.
Berdasarkan data BPS RI penduduk miskin secara ekstrim semakin bertambah, ketimpangan kesejahteraan semakin lebar, dan indeks gini rasio melonjak.
“Kualitas pertumbuhan kita rendah, jadi, besar harapan sebaiknya pemerintah fokus kepada kinerja realisasi PEN dan perlindungan sosial yang tepat sasaran, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semua masyarakat,” pungkasnya.