News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Energy Watch: Hasil Survei Tambang Nikel yang Beda-beda Bisa Rusak Iklim Bisnis

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polemik perbedaan kandungan nikel oleh surveyor di industri tambang nikel Tanah Air yang terjadi sejak tahun lalu diharapkan tidak berlarut-larut. Pemerintah sejauh ini sudah menurunkan satuan tugas untuk menelusur masalah ini, meski hingga kini belum juga tuntas.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan meminta pemerintah bersikap tegas terkait perbedaan hasil survei yang dilakukan oleh surveyor ini karena menurutnya hal ini menyangkut kepentingan banyak seperti penjual, pembeli maupun pemerintah.

"Jadi kepresisian dan aktual data yang dilakukan oleh inspektor atur surveyor adalah hak yang mutlak. Surveyor jangan memainkan data hasil pemeriksaan demi keuntungan pribadi atau pihak lain," kata Mamit ketika dihubungi wartawan, Kamis (30/9/2021).

Perbedaan data kandugan nikel saat ini terjadi antara penambang dengan pemilik pabrik pemurnian (smelter) soal harga patokan mineral alias HPM nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar.

Penambang nikel kini menemui persoalan baru terkait kinerja surveyor.

Merujuk pada data di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel, yakni Surveyor Indonesia, Anindya, Sucofindo, dan Carsurin.

Baca juga: Jokowi Yakin 3-4 Tahun Lagi Indonesia Jadi Produsen Utama Produk Berbasis Nikel

Namun di Indonesia Morowali Industrial Park hanya terdapat satu perusahaan surveyor.

Saat ini tidak semua semua pemegang SIUJS (Surat Ijin Usaha Jasa Survei) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan boleh memverifikasi nikel.

Saat ini baru ada lima pemegang SIUJS yang ditetapkan Kementerian Perdagangan untuk memverfikasi nikel, yakni Geoservis, Carsurin, Surveyor Indonesia, Sucofindo, dan Anindya.

Menurut Mamit, apabila ada indikasi ketidak profesionalan surveyor, pemerintah harus tegas menerapkan sanksi. Termasuk memasukkan ke dalam daftar hitam surveyor yang bersangkutan karena merugikan banyak pihak.

"Dampak buruk lainnya, adalah ketidakpercayaan international terhadap hasil inspeksi lokal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya biaya tambahan," kata Mamit.

Sebagai pembanding, para pengusaha sebaiknya menyediakan surveyor lain di luar daftar pemerintah. "Sehingga bisa saling mengoreksi satu sama lain," katanya.

Menurutnya, Pemerintah juga perlu mengevaluasi surveyor yang telah ditunjuk. "Pembentukan Satgas HPM Nikel semoga bukan hanya formalitas saja," ungkap Mamit.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini