Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat memiliki potensi yang terus dikembangkan pemerintah daerah setempat.
Sebagai salah satu kawasan Industri, Teluk Bintuni terus melengkapi berbagai infrastruktur termasuk membangun pabrik pupuk berskala nasional.
Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw menyebut Teluk Bintuni sebagai kawasan industri telah diatur dengan berbagai peraturan yang mengikat.
Baca juga: Perusahaan Jepang Tertarik Investasi Petrokimia di Bintuni Papua Barat
Begitu juga halnya terkait pembangunan pabrik pupuk, Bupati Teluk Bintuni yang sudah dirancang dengan dukungan masyarakat lokal, termasuk tujuh masyarakat adat atau suku di Teluk Bintuni.
Diharapkan, pembangunan pabrik pupuk segera terlaksana sehingga nantinya akan menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara.
Investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan industri Teluk Bintuni juga mencapai Rp 2,64 triliun. Sedangkan estimasi pabrik pupuk berkisar Rp 30 triliun ditambah dengan pabrik turunannya mencapai Rp 300 triliun.
Tak hanya itu, kawasan Teluk Bintuni juga menyiapkan tangguh train 3 Bp Berau Ltd senilai 8,5 miliar dollar AS atau berkisar Rp 120 triliun dengan produksi LNG sekitar 10,5 TCF, sedangan rencana pengembangan blok Kasuri AKM (asap kido dan merah) oleh Genting Oil berkisar Rp 20 triliun dengan produksi 1,68 TCF.
Baca juga: Senator Filep Dukung Aspirasi Masyarakat Adat Suku Sebyar Kabupaten Teluk Bintuni
Namun, baru baru ini Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadila menyebut akan memindahkan pabrik pupuk dan tapal batas Kabupaten Teluk Bintuni – Fakfak.
Petrus Kasihiw, MT pun merespon pernyataan tersebut. Ia menyayangkan pemindahan itu.
“Kami sudah katakan, silakan pabriknya pindah, tapi gasnya tidak dari Bintuni. Gas silakan ambil dari luar. Saya setuju dengan pernyataan masyarakat adat. Dari tujuh suku," ujar Petrus Kasihiw.
Petrus menegaskan pihaknya akan berbicara dengan gubernur terkait persoalan tersebut.
“lni semua sudah diikat dengan berbagai Perpres maupun peraturan perundangan lainnya. Itu semua sudah disepakati. Kalau bicara mengenai masalah tanah, kita bisa bicara baik-baik. Bukan seperti itu lalu bicara kasih pindah kasih pindah pabrik. Jangan buat kacau progress yang kita sedang buat,” pungkas Petrus.(Willy Widianto)