News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wacana Kenaikan PPN, Dinilai Berisiko pada Pemulihan Ekonomi hingga Memberatkan Pemerintahan Baru

Penulis: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemerintah berencana untuk meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara bertahap. Peningkatan ini akan dimulai pada tahun depan.

“Ini cukup berat bagi pemerintahan baru, ketika dipaksa menaikkan tarif PPN sebesar 12%. Baru selesai pilpres, sudah harus menaikkan pajak,” ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, Rabu (6/10/2021).

Selain itu, Tauhid juga menyoroti kebijakan ini malah akan memberikan beban bagi pemulihan ekonomi. Apalagi, pada tahun 2022 adalah tahun yang diagendakan menjadi pemulihan ekonomi.

Menurut perhitungannya, dengan peningkatan PPN mulai tahun depan, bisa menekan pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan maupun dari sisi persediaan.

Dari sisi permintaan, kenaikan PPN tentu saja akan menggenjot harga. Ini membuat daya beli masyarakat tergerus, dan tentu saja aktivitas pembelian bisa berkurang. Tentu akan berdampak pada pertumbuhan, karena porsi terbesar penyumbang pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga.

Kemudian, dari sisi persediaan, dengan turunnya permintaan, maka bisa saja ada penumpukan barang yang diproduksi oleh pelaku usaha. Dan bahkan, bisa saja ke depan pelaku usaha akan mengurangi produksi.

“Ini dikhawatirkan juga akan menurunkan omzet pelaku usaha dan justru akan kontraproduktif terhadap perkembangan perekonomian,” tandasnya.

Baca juga: Pandora Papers: Surga Pajak Rahasia Pemimpin Dunia dan Selebritas Terungkap

Berisiko pada pemulihan ekonomi

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) pun menilai, peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada tahun 2022 akan sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi.

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, risiko ini terutama akan dirasakan oleh masyarakat baik kelas menengah maupun kelas bawah.

“Jika ada kenaikan PPN, maka akan ada kenaikan harga dan ini memicu inflasi. Sementara, belum tentu daya beli masyarakat akan langsung pulih di 2022,” jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10/2021).

Dengan adanya peningkatan PPN tersebut, maka masyarakat hanya akan memiliki dua opsi, yaitu mengurangi belanja dan banyak berhemat atau mencoba mencari alternatif barang yang lebih murah.

Baca juga: Legislator Golkar Dorong Penerimaan Pajak Karbon untuk Pendanaan Pengendalian Perubahan Iklim

Bhima pun berharap, pemerintah mempertimbangkan lagi kebijakan peningkatan tarif PPN ini. Apalagi, pada tahun 2025, pemerintah berencana kembali meningkatkan tarif PPN menjadi 12%.

“Dengan demikian, sebaiknya dicabut saja kenaikan tarif PPN sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan oleh DPR,” tambah Bhima.

Apalagi, Bhima melihat di banyak negara selama pandemi dan masa pemulihan, malah melakukan penurunan tarif PPN sebagai stimulus terhadap perekonomian.

“Untuk kejar rasio pajak, masih banyak cara lain yang lebih adil dan tidak kontra terhadap upaya pemulihan daya beli kelas menengah dan bawah,” tandasnya. (Kontan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini