TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Melambungnya harga batubara di pasar global dikhawatirkan berpengaruh pada energi listrik dalam negeri.
Pasalnya, kini para produsen batubara dalam negeri lebih memilih mengekspor produk mereka ke luar negeri ketimbang menjualnya pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Produsen bisa menangguk untung banyak karena harga batubara di pasar internasional melebihi 200 dolar AS per ton.
Sementara PLN membeli batubara dengan harga sebesar 70 dolar AS per ton.
Tahun 2020, penggunaan batubara PLN mencapai 62 juta ton.
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Evy Haryadi mengungkapkan, saat ini PLN dibantu pemerintah terkait kebijakan penjualan batubara ke pasar domestik (DMO) demi mengantisipasi lonjakan harga batubara di pasar internasional.
"Kami mengharapkan dukungan dari industri batubara dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan energi PLN.
Jangan sampai dengan harga yang tinggi di luar negeri, batubara yang kita punya seluruhnya diekspor ke luar negeri.
Kebutuhan dalam negeri tentu perlu didahulukan," ujar dia dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa (5/10/2021).
Baca juga: Kementerian ESDM: 3 Anak Usaha ABM Group Terapkan Kaidah Baik di Pertambangan Mineral dan Batubara
Haryadi menegaskan, apa pun yang terjadi di luar negeri, industri batubara lokal harus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Tentu ada kebijakan pemerintah baik dari sisi kepentingan PLN maupun kepentingan kelistrikan dalam negeri dan pengusaha batubara," ujar dia.
Dalam beberapa tahun ke depan, kebutuhan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik masih berkontribusi signifikan.
Dalam RUPTL PLN 2021-2030, proyeksi kebutuhan bahan bakar batubara PLN di tahun 2021 sebesar 111 juta ton.
Baca juga: KPK Eksekusi Bekas Anak Buah Juliari Batubara ke Penjara
Kemudian, kebutuhan batubara mengalami tren kenaikan mulai dari 2022 sebesar 115 juta ton hingga 2024 menjadi 131 juta ton.