Langkah hukum juga telah ditempuh Parlemen Filipina.
Sementara di Indonesia, jejak kucuran dana Bloomberg telah terjadi sejak lama, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan, dan organisasi profesi, sampai pemerintah daerah telah menadah dana dari Bloomberg Philanthropies.
Secara terpisah, Sosiolog UGM AB Widyanta menyuarakan hal yang sama. Ia menilai kian masifnya gerakan anti tembakau yang dimotori Bloomberg ini akan merugikan seluruh rantai industri tembakau dalam negeri.
Pasalnya, lebih dari 6 juta tenaga kerja mendapat penghasilan dari industri ini. Ia memang tak memungkiri kebijakan publik sejatinya memang tak akan bebas kepentingan bisnis dan politik.
Menurutnya, kebijakan yang hanya mengakomodasi segelintir kepentingan tak bijak dikeluarkan pejabat publik.
Hal tersebut yang dinilainya dilakukan oleh Anies Baswedan lewat Sergub 8/21. Terlepas dari intervensi Bloomberg Philanthropies, beleid yang tercantum dalam seruan tersebut akan jadi pukulan bagi pelaku ritel, warung kecil, dan kelompok marjinal lainnya di Jakarta.
"Terlepas dari kepentingan yang melatarbelakanginya, konteksnya ada banyak pedagang, ritel, dan orang-orang di Jakarta yang menggantungkan hidupnya dari industri tembakau,” jelasnya.
Widyanta menuturkan di pandemi ini sudah memukul ekonomi masyarakat dan hendaknya pemerintah jangan semakin mempersulit.
"Kebijakan pemerintah memang tidak akan bebas nilai, karena harus berpihak terhadap publik. Seharusnya, pemda DKI melihat urusan pertembakauan lebih holistik, tak hanya menggeber kepentingan tunggal, mesti ingat ada jutaan petani tembakau, cengkih, para pekerja pabrik rokok yang bergantung terhadap IHT," tutupnya. (Yusuf Imam Santoso)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Polemik Anies surati Bloomberg, Fahmi Idris: Jangan biarkan asing pengaruhi kebijakan