Dari sisi kontribusi, kata Jabin anggota AETI juga memberikan kontribusi bagi negara melalui pajak, PNBP, pajak daerah, dan retribusi daerah.
Jenis PNBP yang sumber daya alam umum yang disetorkan yakni iuran tetap, iuran prduksi (royalti), penjualan hasil tambang, dan keuntungan bersih.
“Di Provinsi Bangka Belitung sektor pertambangan dan pengolahan memiliki andil yang cukup besar dalam menggerakkan ekonomi, yakni 30 persen. Ini belum termasuk multifilier effect yang dirasakan masyarakat secara langsung,” sambung Jabin.
Ke depan, Ia berharap proses penambangan timah perlu dukungan semua stakeholder.
“Kita membuka kerjasama dengan semua pihak agar industri timah lebih maju lagi ke depannya, potensi timah yang ada ini harus dimaksimalkan dengan baik dengan menerapkan good mining practices, sehingga bisa berkontribusi terus bagi negara,” tutupnya.
Sementara itu, Perwakilan dari Ombudsman Republik Indonesia Herry Susanto mengatakan, ada beberapa problematika dalam pertambangan timah diantaranya banyak kasus tumpang tindih IUP, hilirisasi tambang timah yang masih belum optimal, tata niaga timah yang belum menjadi perhatian, besaran royalti dan konsumsi timah dalam negeri masih rendah.
“Tahun 2019 PT Timah menyumbang PNBP Rp 1,1 triliun, tapi tahun 2020 dan 2021 menurun signifikan. Ini yang perlu dikaji apa penyebabnya,” sebutnya.
Ke depan, kata dia pihaknya akan melakukan kajian dalam tata kelola timah, dan mendorong Kementerian ESDM untuk memperhatikan serius komoditas timah. (Willy Widianto)