Dengan pembesaran lobster, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor lobster konsumsi utama di dunia, termasuk China yang merupakan pasar utama lobster hidup dunia.
Baca juga: Menteri Trenggono Ajak Pemerintah Vietnam Perangi Praktik Penyelundupan Benur
"Apalagi pasca perang dagang China-Australia, RI perlu merebut pasar China. Dan KKP bertanggungjawab dalam menjaga keberlanjutan ekonomi lobster. Lobster tetap lestari dan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya meningkat," beber dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, ekspor benih lobster harus dihentikan lantaran Indonesia menjadi satu-satunya negara yang beberapa waktu lalu masih mengizinkan ekspor plasma nutfah. Di negara lain, plasma nutfah biasanya dilindungi secara ketat oleh negara.
Untuk melanggengkan upaya tersebut, pihaknya akan mendorong upaya budidaya lobster dan mencegah semaksimal mungkin segala penyelundupan benih ke luar negeri dengan bantuan aparat penegak hukum.
"Apa jadinya kalau kita menjadi satu-satunya negara di dunia yang mengekspor plasma nutfah? Lalu memberikannya dengan harga murah untuk dibesarkan dan menguntungkan negara lain? Kinilah saatnya kita berikhtiar membesarkan benur lobster," pungkas Wahyu.
Gugatan Yusril
Sebagai informasi, pengacara senior dan mantan Menkumham dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra mengajukan Permohonan Judicial Review (JR) meminta Mahkamah Agung membatalkan larangan ekspor benih lobster.
Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono tanggal 24 Mei 2021.
Yusril dan para advokat IHZA & IHZA LAW FIRM beralasan, kewenangan membatasi ekspor barang/jasa termasuk ikan dan benih lobster bukan terletak pada menteri KP, telah diambil alih langsung oleh Presiden dengan terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Adapun presiden telah mengatur sendiri barang dan jasa yang boleh diekspor dan diimpor melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 untuk melaksanakan Omnibus Law.
"Dengan aturan ini, jelaslah menteri KP telah bertindak di luar kewenangannya membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster. Tindakan di luar kewenangan itu bisa juga disebut sebagai tindakan sewenang-wenang dan mengada-ada," jelas Yusril.
Kebijakan Menteri KP disebutnya membuat pengusaha perikanan dan nelayan kecil terombang-ambing.
Mereka telah melakukan investasi dan mengurus izin penangkapan, penangkaran, dan ekspor benih lobster dengan biaya tidak sedikit. Namun biaya yang dikeluarkan tiba-tiba menjadi tidak kembali lantaran ekspor benih lobster kembali dilarang.
"Akhirnya yang menderita kerugian di tengah pandemi adalah para eksportir benih dan nelayan kecil di desa-desa. Pencitraan ternyata sangat mahal dan tega-teganya mengorbankan rakyat sendiri," sebut Yusril.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Digugat Yusril Soal Ekspor Benur, Ini Komentar KKP"