News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menteri ESDM: Pembangkit Listrik Seluruhnya Berasal dari EBT di Tahun 2030

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri ESDM RI Arifin Tasrif (tengah). Menteri ESDM: Pembangkit Listrik Seluruhnya Berasal dari EBT di Tahun 2030

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan transisi energi memerlukan dukungan konsumen dari sektor komersial dan industri.

“Pembangkit listrik mulai tahun 2030 seluruhnya berasal dari pembangkit EBT terutama PLTS,” katanya dalam Forum Kadin, Kamis (21/10/2021).

Menurutnya, komitmen dari para perusahaan adalah kesempatan bagi pemerintah untuk berkolaborasi dalam transisi energi terbarukan.

Pemerintah menargetkan capaian target karbon netral di sektor energi pada 2060 atau lebih cepat.

Hal ini dinili dapat mewujudkan perbaikan ekonomi Indonesia melalui pembangunan rendah karbon.

“Pada tahun 2060, total kapasitas pembangkit listrik ditargetkan mencapai 635 GW yang seluruhnya berasal dari pembangkit EBT,” lanjut Arifin.

Baca juga: Indonesia Disebut-sebut Sebagai Biang Krisis Energi di Singapura

Ke depan pemerintah akan mempensiunkan pembangkit fosil untuk memasok kebutuhan listrik.

Kebijakan energi global yang sedang berkembang saat ini adalah transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang minim emisi dan ramah lingkungan untuk mencapai target Net Zero Emission.

Secara umum sektor rumah tangga akan dioptimalkan subtitusi penggunaan energi melalui intensifikasi kompor listrik dan pembangunan Jaringan Gas Rumah Tangga. 

“Kita juga mendorong penggunaan kendaraan listrik dengan target menghentikan penjualan motor konvensional di tahun 2040 dan mobil konvensional di tahun 2050, serta penyediaan transportasi umum yang lebih masif,” pungkasnya.

Energi terbarukan dari panel surya. (IST)

SKK Migas: EBT Belum Bisa Gantikan Energi Fosil

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyebut energi baru terbarukan (EBT) belum dapat menggantikan bahan bakar minyak (BBM) dari fosil.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, kebutuhan energi fosil di Indonesia masih akan terus meningkat ke depannya hingga 2050.

"Sekarang EBT jadi kompetisi fosil, tapi fosil tidak bisa digantikan juga sampai 2050," kata Fatar secara virtual, Selasa (18/10/2021).

Menurutnya, kebutuhan BBM dari fosil pada 2030 diperkirakan meningkat dua kali lipat dari permintaan pada saat ini 1,5 juta barel menjadi 2,5 juta barel untuk minyak.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Tegaskan Pentingnya Merancang Kebijakan Transisi Energi

"Artinya investasi hulu migas harus tetap jalan, meski perusahaan besar mulai pindah ke EBT tapi tidak menafikan bisnis hulu migas ini masih akan ada," paparnya.

Fatar juga berkenyakinan bisnis di hulu migas masih akan menggeliat ke depannya, terlebih Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemerintah akan memberikan dukungan fiskal untuk sektor tersebut.

"Sehingga kami sangat optimis, kami tetap melakukan eksplorasi karena Indonesia masih tetap butuh fosil sampai 2050, bahkan lebih," tuturnya.

Penggunaan EBT Bukanlah Sebuah Pilihan

Pemerintah menyebutkan, penggunaan energi yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) merupakan hal yang wajib, dan ini bukanlah sebuah pilihan.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, berdasarkan berbagai publikasi serta kajian yang ia peroleh, sebanyak 38 persen emisi Indonesia bersumber dari sektor energi.

Di dalamnya termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar fosil (batu bara).

"Energi baru terbarukan bukanlah pilihan, ini arah ke depan kita," ucap Suahasil dalam diskusi Harian Kompas bertemakan Energi Terbarukan, Kamis (21/10/2021).

"Di sisi lain keberadaan fosil energi yang memiliki efek CO2 (karbon dioksida) tidak baik untuk kita dalam jangka menengah dan panjang," sambungnya.

Baca juga: SKK Migas: EBT Belum Bisa Gantikan Energi Fosil Hingga 2050

Salah satu bentuk komitmen Indonesia, lanjut Suahasil, diwujudkan melalui penandatanganan Paris Agreement pada 2015, yang merupakan kesepakatan global untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK).

Setiap negara penandatangan Paris Agreement wajib menyampaikan Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi langkah-langkah penurunan emisi GRK masing-masing.

Di dalam NDC Tahap I (2020-2030), Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 29 persen secara mandiri atau 41 persen jika mendapat bantuan internasional.

Indonesia juga mencanangkan net zero emission paling lambat pada 2060.

"Sekarang (Pemerintah) sudah menandatangani Paris Agreement. Kita di sini memiliki komitmen menurunkan emisi CO2," papar Suahasil.

"Karena itu (energi fosil tidak baik), energi baru terbarukan bukanlah sebuah pilihan, ini adalah masa depan kita. Jadi harus dipikirkan secara mendalam," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini