Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah lakukan beberapa langkah supaya Indonesia tidak kena dampak tingginya inflasi di China.
Dia mengatakan, langkah pertama yakni segera amankan pasokan dengan mencari sumber bahan baku alternatif selain dari Negeri Tirai Bambu.
"Beberapa bahan baku bisa diperoleh dari negara selain China bisa dimanfatkan atau substitusi impor bahan baku dalam negeri didorong," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Senin (22/11/2021).
Kedua, memastikan pelabuhan logistik di dalam negeri tidak mengalami kekurangan tenaga kerja seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Cuan, Sektor-sektor Ini Ketiban Rezeki di Tengah Naiknya Inflasi di China
Menurut Bhima, insentif ke sektor pelabuhan harus diberikan pemerintah untuk memperlancar arus distribusi barang.
Selanjutnya, langkah ketiga adalah menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil dengan berbagai intervensi moneter dan fiskal.
Terutama, Bank Indonesia (BI) selain menaikkan suku bunga acuan, bisa mendorong lebih banyak devisa hasil ekspor dikonversi ke rupiah.
Keempat, memastikan penanganan Covid-19 tetap di jalur yang tepat, khususnya mengantisipasi gelombang ketiga.
Bhima menambahkan, penanganan Covid-19 akan menentukan ekspektasi konsumen terhadap pemulihan ekonomi sepanjang 2022.
Baca juga: Anak Nia Daniaty Terjerat Kasus Investasi Pulsa dan Fiber Optik, Korban Mengaku Sempat Ditawari CPNS
"Terakhir, langkah kelima yaitu menambah subsidi energi khususnya BBM, tarif listrik dan LPG 3 kilogram, sehingga kejutan dari faktor eksternal tidak berdampak terhadap naiknya angka kemiskinan," pungkasnya.
Inflasi Tertinggi
Akibat melonjaknya harga bahan baku, tingkat inflasi di China mencapai level tertinggi selama 13 tahun terakhir walau pemerintah telah berupaya untuk menahannya.
Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat, indeks harga produsen (PPI) naik 9,5% yoy pada Agustus 2021. Lebih tinggi dari perkiraan jejak pendapat Reuters yakni sebesar 9,0%.