News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UMP 2022: Prediksi Ekonom dan Rencana Mogok 60 Serikat Pekerja

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi demo buruh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sesuai dengan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, para gubernur di Indonesia telah menetapkan UMP 2022 di wilayah mereka.

Rata-rata kenaikannya UMP tahun depan sangat tipis, yaitu 1,09 persen.

Hal ini juga diakui oleh ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet.

Ia menilai, kenaikan UMP 2022 relatif kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Padahal, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan inflasi di kisaran 3% pada tahun depan.

"Ini kan akhirnya akan menahan konsumsi, khususnya konsumsi kelas menengah ke bawah di tahun depan karena kenaikannya tidak signifikan dibandingkan dengan target inflasi maupun pertumbuhan ekonomi tahun depan," ujar Yusuf saat dihubungi, Senin (22/11/2021).

Baca juga: Rincian UMP 2022 di 26 Provinsi yang Sudah Ditetapkan, Mulai Sumatera Utara hingga Papua Barat

Yusuf mengatakan, tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat dapat meningkat apabila pemerintah menerbitkan kebijakan tambahan untuk mendongkrak daya beli kelas pekerja menengah ke bawah.

Misalnya tahun ini pemerintah menyiapkan bantuan sosial tunai maupun bantuan subsidi upah.

"Pertanyaannya adalah apakah pemerintah mau menyiapkan program yang relatif mirip dengan yang disediakan di tahun ini dan tahun lalu ketika pemerintah di saat bersamaan menekan defisit fiskal," ujar Yusuf.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, memprediksi tingkat konsumsi masyarakat akan turun seiring dengan kenaikan UMP 2022 yang relatif rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Protes UMP 2022, Buruh Ancam Unjuk Rasa dan Mogok Kerja Nasional Pada 29-30 November

Sebab, tahun depan diproyeksikan inflasi mendekati 3%.

"Bagaimana bicara daya beli optimal, konsumsi mereka akan menyesuaikan," ucap Tauhid.

Dia khawatir kenaikan UMP yang rendah ini berdampak pada tidak diimpelementasikannya kenaikan tersebut di lapangan. "PP 36/2021 jadinya kontraproduktif," ujar Tauhid.

Tauhid menilai, kenaikan UMP tidak akan sampai 3% pada tahun-tahun berikutnya, meski ekonomi sudah membaik ke depannya.

Lebih lanjut, Tauhid menilai UMP tidak serta merta menjadi instrumen untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, untuk pengentasan kemiskinan diperlukan adanya penciptaan lapangan kerja.

"Tergantung katakanlah kalau misalnya ada investasi baru masuk dengan standar upah yang seperti ini.

Mungkin dari sisi itu bisa mendorong katakanlah orang yang menganggur atau berada di bawah garis kemiskinan bisa mendapatkan pekerjaan karena upah yang seperti ini.

Tapi saya kurang begitu yakin kalau misalnya upah ini bisa langsung mengurangi kemiskinan," jelas Tauhid.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, kebijakan upah minimum ditujukan sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan serta untuk mendorong kemajuan ekonomi Indonesia melalui pengupahan yang adil dan berdaya saing.

Baca juga: Daftar UMP Tahun 2022 untuk 27 Provinsi, Mulai dari Sumatera Utara hingga Papua Barat

Ia menyebut, penetapan upah minimum yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan berpotensi menyebabkan sejumlah hal.

Diantaranya, menurunkan Indeks daya saing Indonesia khususnya pada aspek kepastian hukum. Serta menurunnya kepercayaan investor terhadap sistem hukum Indonesia.

"Mempersempit ruang dialog kesepakatan upah serta penerapan struktur dan skala upah," ucap Ida.

Ida mengatakan, apabila upah minimum ditetapkan lebih tinggi dari ketentuan maka akan berpotensi terhambatnya perluasan kesempatan kerja baru.

Terjadinya substitusi tenaga kerja ke mesin (otomatisasi proses produksi), kemudian, memicu terjadinya PHK;

Baca juga: Apa Perbedaan UMR, UMP dan UMK? Simak Penjelasannya di Sini

Mendorong terjadinya relokasi dari lokasi dari lokasi yang memiliki nilai UMK tinggi kepada lokasi yang memiliki nilai UMK yang lebih rendah.

Serta mendorong tutupnya perusahaan, khususnya pada situasi pandemi Covid-19 saat ini.

Aksi Mogok

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan enam konfederasi dan 60 federasi serikat pekerja/buruh satu suara menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022.

Kelompok buruh akan melakukan aksi unjuk rasa serta mogok kerja nasional.

"Sudah disepakati tanggal 29 dan 30 November 2021 akan dilaksanakan gabungan aksi unjuk rasa di Istana Negara, di Balai Kota biang keroknya, dan super biang keroknya di Kementerian Ketenagakerjaan," kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (22/11/2021).

Aksi unjuk rasa akan melibatkan puluhan ribu buruh dari Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

"Kalau digabung dari konfederasi dan 60 federasi serikat pekerja jumlahnya adalah puluhan ribu buruh yang berasal dari pabrik dan perusahaan," tutur Said.

Konsentrasi aksi unjuk rasa akan dibagi di tiga wilayah.

Said juga menekankan para pengunjuk rasa harus tetap mematuhi protokol kesehatan sesuai aturan PPKM level 1 di DKI jakarta.

"Teknis unjuk rasanya mungkin 10 ribu di Istana, 10 ribu di Balai Kota, 10 ribu Kemnaker. Ini nggak main-main, sungguh-sungguh ini, tentu aksi ini harus mempertimbangkan protokol kesehatan," tambahnya.

KSPI juga berharap elemen mahasiswa bisa bergabung menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah.

Selanjutnya aksi mogok kerja nasional sudah disepakati mulai 6 Desember 2021 hingga 8 Desember 2021.

Said mengklaim sedikitnya 2 juta buruh/pekerja akan mogok kerja sebagai bentuk protes menolak ketetapan kenaikan UMP rata-rata 1,09 persen.

"Buruh yang akan mogok berasal dari lebih 100 ribu perusahaan di 30 provinsi dan lebih dari 150 kabupaten/kota. Termasuk juga kawan-kawan ojek online akan ikut bergabung, sopir trailer, buruh-buruh pelabuhan," tutur Said.

KSPI menggandeng sejumlah konfederasi buruh seperti Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), hingga Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas).

Said menambahkan dasar hukum yang akan digunakan dalam aksi ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Kami imbau seluruh buruh setop melakukan produksi. Inilah reaksi balik yang keras, jangan berdalih bahwa kenaikan upah minimum 1,09 persen itu karena pandemi Covid-19. Tidak ada hubungannya," imbuhnya. (Kontan/Vendy Yhulia Susanto/Tribunnews.com/Reynas Abdilla)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini