Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra meminta aktris Nirina Zubir bersabar karena saat ini pihak Kepolisian RI sedang bekerja.
"Sekarang sudah masuk proses pidana jadi kita harus tunggu. Jadi melewati proses penangan Kepolisian RI yang sedang memeriksa kebenaran materilnya," ucap Surya dalam webinar Mengungkap Kiprah Mafia Tanah yang digelar Tribun Network, Rabu (24/11/2021).
Pihaknya menjamin pemerintah akan komitmen menjalankan amanat menjaga harta masyarakat.
Surya juga memastikan sertifikat tanah ibu Nirina Zubir bisa saja kembali apabila hasil pemeriksaan nanti terbukti adanya penggelapan.
"Kalau memang nanti terbukti ada kepalsuan dokumen yang menjadi dasar permohonan hak atas tanah termasuk peralihannya itu. Kami wajib membatalkan sertifikat yang keliru tersebut," urainya.
Berikut petikan wawancara khusus Wamen ATR/BPN Surya Tjandra dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (24/11/2021):
Apa peran BPN sebagai penerbit sertifikat di dalam urusan laporan kasus penggelapan tanah Nirina Zubir?
Secara gampangnya kita itu tugasnya menjaga harta orang. Dengan cara mencatat menyediakan dokumen pendukung, memberikan konfirmasi kalau nanti ada pertanyaan atau keraguan. Dan memberikan keterangan untuk pemanfaatannya kemudian.
Secara ideal memang satu tanah, satu surat, dan satu pemilik. Masalahnya memang ini cukup panjang. Kita mewarisi proses yang sudah ada tahun 1960 Undang-Undang Pokok Agraria.
BPN pernah jadi Kementerian Agraria, pernah jadi djawatan Agraria. Dirjen Agraria di bawah Kementerian Dalam Negeri sampai sekarang menjadi kementerian. Jadi memang menyisakan banyak tantangan.
Seperti misalnya Surat Keterangan Tanah bisa diberikan oleh kepala desa. Lalu juga ada SPPT pajak bumi bangunan yang dititipkan kepada Kementerian ATR/BPN. Jadi ini membuat rancu bagi masyarakat. Dengan kata lain tanah dikelola secara banyak.
Kami memberikan perhatian kepada masalah Nirina Zubir dan kami mendukung upaya hukum yang dilakukan supaya tidak kehilangan haknya. Tidak cuma buat mba Nirina tetapi semua warga negara yang menitipkan hartanya di Kementerian ATR/BPN wajib kita jaga.
Ada enam sertifikat yang sudah terlanjur di balik namakan pada orang lain, bagaimana caranya Nirina Zubir bisa mendapatkan haknya kembali?
Kalau memang nanti terbukti ada kepalsuan dokumen yang menjadi dasar permohonan hak atas tanah termasuk peralihannya itu. Kami wajib membatalkan sertifikat yang keliru tersebut.
Namun dengan catatan administrasi. Jadi bisa dibatalkan oleh BPN. Sekarang sudah masuk proses hukum pidana. Kami harus tunggu dulu mudah-mudahan bisa beres cepat.
Apakah BPN perlu menunggu kasus tanah ini inkracht sebelum menarik kembali sertifikat tanah dan dikembalikan kepada keluarga Nirina Zubir?
Kalau ada penyerahan sukarela sebetulnya tidak harus. Tapi kan sekarang sudah masuk proses pidana jadi kita harus tunggu. Jadi melewati proses penanganan Kepolisian RI yang sedang memeriksa kebenaran materilnya.
Mestinya bisa lebih cepat. Apalagi kalau buktinya lengkap dibawa ke pengadilan. Yang bersalah memang mesti ditindak tegas.
Apakah Kementerian ATR/BPN telah dan akan melakukan suatu penelusuran terhadap oknum di dalam institusi yang bapak pimpin?
Sudah dan sedang dilakukan begitu kabar ini mencuat kita langsung investigasi. Kronologisnya seperti apa termasuk peralihannya. Sekarang kan sudah ada MoU antara Kementerian ATR/BPN dengan Kepolisian RI sejak 2018 dan dengan Kejaksaan Agung di tahun 2020.
Kasus mba Nirina ini terjadi di tahun 2016 jadi memang saat itu belum ada Satgas Mafia Tanah. Kita akan berkoordinasi secara langsung bahkan ada polisi yang ditugaskan di kementerian kami untuk mengurus pekerjaan ini.
Mudah-mudahan kolaborasi dan koordinasinya bisa lebih cepat. Memang sudah sepatutnya kita beresin karena sangat meresahkan kita semua. Kami berterimakasih juga mba Nirina mau bersusah payah mengangkat.
Ini yang ngalamin banyak tapi hanya mba Nirina yang dilipu jadi tidak hanya satu tetapi sistemik harus kita selesaikan.
Apakah di dalam aturan tidak ada kewajiban untuk BPN melakukan verifikasi faktual kepada para pihak yang ada di dokumen itu?
Kalau SOP memang tidak eksplisit. Jadi itu dengan insting. Kalau teman-teman di lapangan kan lama-lama terlatih mana yang palsu dan mana yang enggak.
Di DKI Jakarta permohonan tanah ibunya itu satu tahun bia 50 ribu permohonan. yang kita bawa ke ranah hukum sekitar 125. Jadi sebetulnya secara persentase sangat kecil. Tapi ini ada aja yang nyelip.
Kami berharapnya 100 persen tidak ada permohonan karena tugas kami menjaga harta orang. Saya kita tidak ada kompromi. Perlu sangat detil validasinya. Ini sedang dipersiapkan. Mudah-mudahan kalau nanti proses digital dan elektronisasi semua dokumen bisa mencegah penggelapan.
Apakah ada garansi kasus penggelapan sertifikat tanah? Berapa lama idealnya waktu yang dibutuhkan bagi korban?
Harusnya 50 tahun lalu sejak ada Undang-undang Pokok Agraria dilakukan ke situ. Tapi memang kita tidak bisa menyalahkan masa lalu. Yang jelas kita mulai saja mumpun ada yang mau mengerahkan daya dan pikirannya juga anggaran.
Jadi kita tidak menyalahkan lagi kita lakukan saja sebisanya. Ke depan kita harus transformasi ke digital dan memang butuh waktu tidak bisa serta merta.
Nantinya secara spasial sudah masuk ke digital. Jadi tidak ada lagi tumpang tindih yang mengakibatkan peralihan pemilik tanah secara serampangan yang melanggar hukum.
Memang kita mulai dari yang ada dulu. Sekarang sudah ada aplikasi sentuh tanahku sekarang lagi dikembangkan. Gara-gara kasus mba Nirina jadi cepat sedikit ini. Kita mendorong fitur notifikasi.
Jadi kalau ada permohonan bisa konfirmasi dulu pada yang tercatat di aplikasi sentuh tanahku. Tapi ini baru masuk ke level bagian kulit tidak ke dalam. Kita butuh peta bidang tanah terdaftar. Siapa yang punya dipakai buat apa.
Percaya saja kepada pemerintah yang jelas kami nggak main-main mau beresin ini. Pak Menteri sangat serius mudah-mudahan menjadi batu lompatan dan pemerintah berikutnya menjadi lebih mudah.