Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, harga minyak dunia diramal terus meroket hingga ke level 150 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Dia menjelaskan, potensi kenaikan harga minyak akibat kekurangan pasokan disebabkan oleh kapasitas dalam produksi OPEC+.
"Mengacu pada research dari JP Morgan, mereka memproyeksikan kenaikan pada harga minyak melampaui 125 dolar AS per barel tahun depan dan 150 dolar AS pada tahun 2023," ujar dia melalui risetnya, Senin (6/12/2021).
Baca juga: Gunung Semeru Erupsi, Pertamina Pastikan Pasokan BBM dan LPG Aman
Saat ini, lanjutnya, pergerakan harga minyak dunia menjadi perhatian pelaku pasar pasca penguatan signifikan dalam satu tahun terakhir.
"Di mana kenaikan harga tersebut memberikan dampak pada kenaikan inflasi yang lebih cepat," kata Nico.
Sementara, penurunan harga minyak sejak satu bulan terakhir seiring dengan kekhawatiran pelaku pasar terkait inflasi AS.
Baca juga: Presiden Jokowi Cek Kesediaan BBM di Terminal BBM Sanggaran Denpasar
Inflasi di Negeri Paman Sam tercatat mencapai level tertinggi sejak November 1990 dan berada di atas target bank sentral (The Fed) yaitu 2 persen.
Nico menambahkan, kenaikan tersebut memicu spekulasi pelaku pasar terkait kebijakan The Fed yang dinilai dapat memberikan dampak fluktuasi pada pasar keuangan.
Kemudian, pelaku pasar saat merespon upaya OPEC+ terkait rencana untuk meningkatkan produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari.
"Kenaikan dari produksi ini memicu spekulasi pelaku pasar terhadap potensi kenaikan harga minyak pada pasar spot. Sementara pada satu sisi, sentimen dari omicron masih memberikan tekanan pada harga, di mana pemulihan dari sektor riil berpotensi melambat apabila tak tertangani dengan baik," pungkasnya.
Baca juga: Pakai BBM RON Tinggi untuk Sepeda Motor, Apa Sih Manfaatnya?
Update Harga Minyak
Seperti dikutip dari Kontan.co.id, harga minyak menguat di awal pekan ini.
Senin (6/12/2021) pukul 8.00 WIB, harga minyak WTI kontrak Januari 2022 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 67,89 per barel, menguat 2,46% ketimbang akhir pekan lalu pada US$ 66,26 per barel.
Sedangkan harga minyak brent kontrak Februari 2022 di ICE Futures berada di US$ 71,51 per barel. Harga minyak acuan internasional ini menguat 2,33% ketimbang akhir pekan lalu pada US$ 69,88 per barel.
Harga minyak menguat setelah OPEC+ mengatakan dapat meninjau kebijakannya untuk menaikkan produksi dalam waktu singkat jika meningkatnya jumlah penguncian pandemi menghambat permintaan.
Kedua harga acuan minyak turun dalam enam pekan berturut-turut hingga pekan lalu. Penurunan mingguan ini adalah penurunan terpanjang sejak November 2018.
Tekanan harga minyak berasal dari kasus baru corona secara global yang meningkat akibat penyebaran varian omicron dan delta.
Selain itu, data pekerjaan AS mengecewakan. Sementara OPEC+ masih menimbang potensi kenaikan produksi untuk bulan Januari.
OPEC+ mengejutkan pasar pada hari Kamis ketika tetap pada rencananya untuk menambah pasokan 400.000 barel per hari (bph) pada Januari.
Tetapi OPEC+ membuka potensi perubahan kebijakan jika permintaan tertekan pembatasan perjalanan secara global. OPEC+ bisa bertemu lagi sebelum pertemuan dijadwalkan berikutnya pada 4 Januari.
Pasar di seluruh aset telah bergolak sepanjang pekan lalu akibat varian omicron.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara untuk memvaksinasi orang-orang mereka untuk memerangi virus.
WHO menambahkan bahwa pembatasan perjalanan bukanlah jawabannya.
Pengebor AS pekan lalu mempertahankan jumlah rig minyak tidak berubah. Perusahaan tambang minyak sebelumnya menambahkan rig selama lima minggu berturut-turut ke level tertinggi sejak April 2020, menurut data perusahaan jasa energi Baker Hughes Co. (Tribunnews.com/Kontan.co,id)