News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cukai Rokok

NEWS HIGHLIGHT: Menkeu Sebut Jokowi Setujui Kenaikan Cukai Rokok pada 2022, Ini Besarannya

Editor: Srihandriatmo Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif rata-rata cukai rokok sebesar 12 persen mulai 2022. 

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat konferensi pers, Senin (13/12/2021).

Menurut Sri Mulyani, keputusan tersebut berdasarkan hasil rapat dengan Presiden Joko Widodo. 

"Hari ini, Bapak Presiden telah menyetujui dan sudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian."

"Kenaikan Cukai rokok adalah 12 persen, tapi untuk SKT yaitu sigaret kretek tangan, Bapak Presiden meminta kenaikan maksimal 4,5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimal," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Buruh Rokok Gelisah, Beberkan Dampak Rencana Kenaikan Cukai pada 2022

Sedangkan, kenaikan tarif rata-rata Cukai, Presiden Joko Widodo memberikan arahan antara 10 persen hingga 12,5 persen. 

"Kita menetapkan di 12 persen. Nanti akan berlaku di 2022 dengan kenaikan rata-rata 12 persen," kata Sri Mulyani. 

Lebih rinci, dia menjelaskan, untuk SKT jenis IA, IB, II dan III, masing-masing kenaikannya adalah 3,5 persen, 4,5 persen, 2,5 persen, dan 4,5 persen.

Baca juga: Sederet Alasan Naiknya Tarif Cukai Rokok hingga Mencapai 12 Persen

Sementara untuk SKM jenis kategori I kenaikannya 13,9 persen, SKM II A 12,1 persen, dan SKM IIB 14,3 persen. Lalu, SPM I 13,9 persen, SPM IIA 12,4 persen, dan SPM IIB 14,4 persen. 

"Jadi, terjadi perbedaan kenaikan cukup tinggi antara dengan mesin dan menggunakan tangan," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Mematikan Sektor Industri Hasil Tembakau

Konsumsi Rokok Lebih Besar dibanding Telur

Salah satu alasan kenaikan ini adalah untuk mengendalikan konsumsi.

Harapannya, dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) ini, konsumsi rokok bisa berkurang, sehingga aspek kesehatan bisa membaik.

Sri Mulyani menyebut, pengeluaran rokok merupakan kedua terbesar dari masyarakat miskin baik di perkotaan maupun pedesaan.

Konsumsi rokok, berada di posisi kedua komoditas tertinggi dari sisi pengeluaran setelah beras. Adapun di perkotaan pengeluaran masyarakat untuk beras 20,3% dan rokok 11,9%. Sedangkan di desa 24% pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24%.

“Dibandingkan komoditas lain lebih memilih rokok terutama bagi masyarakat keluarga miskin daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein seperti ayam telur dan berbagai kebutuhan tempe, roti, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022, Senin (13/12).

Sri Mulyani menyayangkan hal tersebut. Karena data itu menggambarkan, rokok dijadikan oleh sebagian besar rumah tangga sebagai kebutuhan pokok. Dampaknya masyarakat miskin, semakin miskin.

“Sebab pengeluaran yang seharusnya untuk tingkatkan ketahanan kelompok miskin tapi dikeluarkan untuk Rokok capai 11% dari total pengeluaran keluarga miskin,” ujar Menkeu.

Ia menegaskan pengendalian konsumsi rokok sangat penting karena, sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Setali tiga uang, melalui kenaikan tarif cukai rokok 2022, angka prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun dapat berangsur mengecil dari 2021 yang diprediksi di level 9%, bisa turun jadi 8,7% pada tahun 2024.

“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak Covid-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5% lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok,” ucap Sri Mulyani.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan direncanakan bakal naik.

Tapi, besaran tarifnya belum disepakati, sebab pemerintah masih mengkaji dampak kebijakan fiskal tersebut terhadap beberapa aspek pertimbangan.

"Seperti disampaikan untuk CHT ada target kenaikan, seperti biasa kami akan memberikan penjelasan mengenai kebijakan CHT begitu kami sudah merumuskan mengenai beberapa hal dalam penetapan tarif CHT," kata Menkeu saat Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/8/2021).

Ekonomi Masih Terpuruk

Dampak kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 dinilai akan memberatkan bagi pelaku industri hasil tembakau (IHT).

Namun, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan rencana kenaikan cukai maka direkomendasikan agar kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, pemerintah sebaiknya jangan menaikkan tarif CHT terlalu tinggi, mungkin sekitar 10 persen atau di bawahnya.

"Kenapa jangan tinggi-tinggi? Karena pandemi membuat perekonomian sangat terpuruk luar biasa,” kata Esther yang ditulis Selasa (7/12/2021).

Menurutnya, pada masa pemulihan ekonomi belum sepenuhnya pulih 100 persen, kenaikan cukai yang tidak terlalu tinggi akan membantu meringankan beban industri untuk bertahan.

"Naik boleh saja, karena kita tahu bujet fiskal dari pemerintah sangat terbatas. Apalagi di masa pandemi banyak pengeluaran pemerintah, sementara pendapatan dari pajak pun turun, dan satu-satunya bisa menopang pendapatan negara itu ya fiskal,” tuturnya.

Esther menyebut, jika cukai rokok dinaikkan lebih dari 10 persen di saat industri sedang dalam ketidakpastian di tengah masa pandemi, maka industri akan kaget.

Sebab, kenaikan cukai dinilai sangat berpengaruh terhadap ongkos produksi.

Diketahui, pemerintah memastikan kenaikan cukai hasil tembakau atau rokok bakal dilakukan pada tahun depan.

Namun, besarannya belum ditentukan, meski tarifnya dipastikan beragam. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini