News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cukai Rokok

Pemerintah Tetapkan Kenaikan Cukai, Harga Rokok Per Bungkus Tembus Rp 40.100

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi rokok

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12 persen mulai tahun 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan hasil rapat dengan Presiden Joko Widodo.

"Hari ini, Bapak Presiden telah menyetujui dan sudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian. Kenaikan cukai rokok adalah 12 persen, tapi untuk SKT yaitu sigaret kretek tangan, Bapak Presiden meminta kenaikan maksimal 4,5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimal," ujarnya saat konferensi pers, Selasa (14/12) .

Diketahui, rokok sigaret putih mesin golongan I mengalami kenaikan 13,9 persen dengan minimal harga jual eceran (per batang) Rp 2.005 dan per bungkus/20 batang Rp 40.100.

"Tapi untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum," ujar Menkeu.

Baca juga: Cukai Naik Tahun 2022, Penjualan Rokok Kemasan Kecil Harus Dilarang

Menkeu menjelaskan pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai.

Selain itu, juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

"Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok," katanya.

Sri Mulyani menyebut setelah beras, rokok menjadi pengeluaran tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan. Konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan.

"Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin," ujar Menkeu.

Berikut rincian kenaikan tarif cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) terendah per batang di 2022:

1. SKM (sigaret kretek mesin) I naik 13,9% dengan tarif Rp 985, HJE per batang terendah Rp 1.905 dan per bungkus (20 batang) Rp 38.100.

2. SKM IIA naik 12,1% dengan tarif Rp 600, HJE per batang terendah Rp 1.140 dan per bungkus Rp 22.800.

3. SKM IIB naik 14,3% dengan tarif Rp 600, HJE per batang terendah Rp 1.140 dan per bungkus Rp 22.800.

4. SPM (sigaret putih mesin) I naik 13,9% dengan tarif Rp 1.065, HJE per batang terendah Rp 2.005 dan per bungkus Rp 40.100.

5. SPM IIA naik 12,4% dengan tarif Rp 635, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

6 SPM IIB naik 14,4% dengan tarif Rp 635, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

7. SKT (sigaret kretek tangan) IA naik 3,5% dengan tarif Rp 440, HJE per batang terendah Rp 1.635 dan per bungkus Rp 32.700.

8. SKT IB naik 4,5% dengan tarif Rp 345, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

9. SKT II naik 2,5% dengan tarif Rp 205, HJE per batang terendah Rp 600 dan per bungkus Rp 12.000.

10. SKT III naik 4,5% dengan tarif Rp 115, HJE per batang terendah Rp 505 dan per bungkus Rp 10.100.

Industri Tembakau

Keputusan menaikkan tarif cukai rokok di atas 10 persen menjadi pukulan berat bagi pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT) dari hulu hingga hilir.

“Pengendalian konsumsi menjadi alasan pemerintah dalam menaikkan tarif cukai, ini artinya industri ditekan melalui kebijakan tarif cukai yang tinggi sehingga tidak dapat tumbuh dan pelan-pelan mati (sunset industry)," ujar Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Azami Mohammad.

Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif cukai 2022 akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja hingga 990 orang dengan penurunan produksi hingga 3 persen. Hal ini bertentangan dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dicanangkan oleh pemerintah.

“Ada 990 orang yang bekerja di sektor IHT terkena imbas dari kenaikan tarif cukai rokok, bahkan bisa lebih banyak lagi, dikarenakan produksi menurun serta konsumsi menurun. Konsekuensinya adalah menekan harga bahan baku serta mengurangi tenaga kerja” ujarnya.

Di sisi lain, cukai rokok masih dibutuhkan oleh pemerintah perihal penerimaan APBN. Cukai rokok juga menyumbang hingga 11 persen dari total penerimaan APBN.

“Daripada seperti ini terus, sekalian saja ilegalkan tembakau beserta produk turunannya," tutur Azami.

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kenaikan cukai rokok rata-rata 12 persen pada tahun depan cukup tinggi di tengah usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) tertekan pandemi Covid-19.

Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan, kebijakan ini kembali memukul kinerja IHT dan tidak memberi kesempatan bagi sektor padat karya ini untuk pulih dan bertumbuh pascapandemi Covid-19.

“Kami menghormati proses bagaimana pemerintah memformulasikan kenaikan CHT ini. Namun, hasil akhir kebijakan seperti yang disampaikan oleh Menkeu, sangat disayangkan. Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Hananto.

Ia menyebut, IHT adalah industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja.

"Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK," ucapnya.

Hananto menyampaikan, AMTI menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan pemerintah terhadap segmen padat karya.

"Perlu diingat juga, pekerja SKT didominasi para perempuan yang mayoritas tulang punggung keluarga. Harus ada perlindungan ekstra untuk kebijakan tarif cukai SKT, karena mereka yang menggantungkan hidupnya pada segmen ini bisa mempertahankan kelangsungan hidup," paparnya.

Selain cukai rokok jenis tembakau, pemerintah juga bakal menaikkan tarif cukai rokok elektrik tahun 2022 seiring naiknya tarif cukai hasil tembakau (CHT).

Tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok elektrik serta Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) ini berlaku mulai Januari 2022.

Jenis rokok elektrik yang dikenakan kenaikan cukai adalah rokok elektrik padat, rokok elektrik cair sistem terbuka, dan rokok elektrik cair sistem tertutup.

Berikut rincian kenaikan cukai rokok elektrik:

1. Rokok elektrik padat Tarif: Rp 2.710 per gram Minimal HJE: Rp. 5.190 per gram
2. Rokok elektrik cair sistem terbuka Tarif: Rp 445 per mililiter Minimal HJE: Rp. 785 per mililiter
3. Rokok elektrik cair sistem tertutup Tarif: Rp 6.030 per mililiter Minimal HJE: Rp. 35.250 per cartridge

Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL)

1. Tembakau kunyah Tarif: Rp 120 per gram Minimal HJE: Rp. 215 per gram
2. Tembakau molasses Tarif: Rp 120 per gram Minimal HJE: Rp. 215 per gram
3. Tembakau hirup Tarif: Rp 120 per gram Minimal HJE: Rp. 215 per gram.

Terkait hal tersebut, Asosiasi Personal Vape Indonesia (APVI) menyatakan keheranan dengan keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok elektrik yang produksinya banyak dari UMKM.

Sekretaris Umum APVI Garindra Kartasasmita mengatakan, jika diperhatikan, yang mengalami kenaikan adalah tarif dan Harga Jual Eceran (HJE) di kategori rokok elektrik jenis sistem terbuka.

"Di mana, jenis ini didominasi oleh UMKM produsen lokal.

Banyak menggunakan tenaga kerja dan menggunakan bahan baku dalam negeri," ujarnya.

Karena itulah, Garindra mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut karena sepengetahuannya kenaikan tarif cukai lebih menguntungkan produk impor.

"Hal ini cukup mengherankan bagi kami karena selama ini berusaha memperkuat daya saing produk dalam negeri terhadap produk impor. Tetapi, tarif cukai yang ditetapkan cenderung menguntungkan produk impor," katanya.

Sementara itu, dia menambahkan, industri rokok elektrik secara keseluruhan mengalami tekanan pada masa pandemi Covid-19.

"Seperti industri-industri lain, industri kami turut terdampak pandemi Covid-19, sehingga proyeksi adanya penurunan adalah hal sangat normal. Tetapi di sisi lain, kami melihat adanya optimisme dari pelaku usaha untuk terus berupaya menggairahkan pasar," pungkas Garindra.

Ketua Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Johan Sumantri mengatakan, kenaikan cukai rokok elektrik, termasuk vape tidak berpengaruh terlalu besar ke pengusaha.

Menurut dia, justru keputusan pemerintah yang mulai berlaku pada tahun depan itu akan lebih berdampak ke konsumen rokok vape.

"Kalau dampak dari sisi pengusaha, saya rasa tidak akan terlalu signifikan ya, lain cerita kalau ke konsumen. Sebab, beban pajak kan konsumen yang tanggung," ujarnya.

Dia berharap agar para para pelaku usaha bisa mengatur harga yang ideal agar konsumen vape tidak terlalu terbebani dengan kenaikan ini.

Kendati demikian, dirinya optimis industri akan terbantu dengan rencana penghapusan terhadap pita 100 ml pada 2022 oleh pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai.

"Saya yakin industri vape akan menjadi lebih baik dan pengambilan cukai akan meningkat, sekarang kan liquid kemasan botol ada 4 klasifikasi ukuran yakni 15 ml,30 ml, 60 ml, dan 100 ml. Kemasan 100 ml terlalu besar, belum sempat habis pengguna keburu bosan dan akhirnya jual second, repeat ke toko juga jadi lama, rawan penyelewengan juga," pungkasnya.

Larang Eceran

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menaikkan cukai rokok secara signifikan dan dibarengi pengaturan penjualannya, tidak boleh diketeng atau dijual satuan.

"Dari sisi marketing banyak masalah, karena pada akhirnya walaupun ada kenaikan cukai tahun depan dari sisi ritel masih sangat murah," kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi.

Menurut Tulus, saat ini penjualan rokok di Indonesia dapat beli secara satuan layaknya membeli permen, dan hal ini menjadi satu-satunya negara yang membolehkan penjualan rokok secara ketengan.

"Jadi kita desak pemerintah agar melarang penjualan rokok ketengan, sehingga kenaikan cukai rokok jadi efektif ke konsumen dengan larangan ketengan," papar Tulus.

"Rokok ketengan itu, anak-anak dan remaja, serta masyarakat menengah ke bawah bisa membelinya. Jadi ini paradok di dalam kenaikan cukai ini," sambung Tulus.

Ia mencontohkan, harga rokok di Selandia Baru sudah mencapai Rp 286 ribu per bungkus, dan saat ini di Indonesia harganya jauh lebih murah, serta mudah didapatkan semua kalangan.

"Di kita sangat murah, jadi pantas konsumsi rokok masih sangat tinggi di Indonesia karena akses dapatkannya sangat mudah dan murah," ujarnya.

Tulus menilai kenaikan cukai rokok rata-rata 12 persen pada 2022 hanya untuk memenuhi kepentingan ekonomi pemerintah dalam menggenjot penerimaan negara.

Tulus Abadi mengatakan, cukai rokok dinaikkan menjadi 12 persen itu belum efektif melindungi konsumen agar tidak semakin besar dalam mengkonsumsi rokok.

Oleh karena itu, Tulus mempertanyakan tujuan keputusan pemerintah kenaikan cukai menjadi 12 persen, apakah demi ekonomi interest (kepentingan)? Atau perlindungan konsumen maupun pengendalian tembakau.

"Saya melihat ini lebih ke ekonomi interest, artinya kenaikan cukai itu untuk penggalian pendapatan pemerintah. Apalagi, pendapatan pajak masih minim, sehingga pemerintah menggali dari sisi cukai," kata Tulus.

Menurut Tulus, seharusnya pemerintah menaikkan cukai rokok secara tinggi, di mana utamanya yaitu pengendalian tembakau daripada mengedepankan pendapatan negara.

"Harus lebih dominan instrumen pengendalian ini, kepentingan perlindungan konsumen harus lebih besar," ucap Tulus.(Tribun Network/sen/van/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini