Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Padamnya listrik bagi 10 juta pelanggan PLN dinilai dampaknya akan lebih besar ke perekonomian nasional, dibanding kehilangan devisa hasil eskpor batubara senilai 3 miliar dolar AS.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, adanya pelarangan ekspor batubara pastinya membuat negara kehilangan devisa dari komoditas tersebut, tetapi neraca perdagangan Indonesia surplus di atas 4 miliar dolar AS dalam beberapa bulan terakhir.
Baca juga: Legislator Golkar: Tatakelola Batubara PLN Kacau, Terpaksa Pemerintah Hentikan Ekspor
"Jadi kalau hilang 3 miliar dolar AS dari batubara, sebetulnya masih ada surplus. Sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan dari sisi perdagangan," kata Faisal saat dihubungi, Kamis (6/1/2022).
"Lebih mengkhawatirkan itu kalau terjadi pemadaman listrik di dalam negeri," sambung Faisal.
Menurutnya, jika ada potensi 10 juta pelanggan PLN padam listriknya dan diasumsikan satu pelanggan keluarga mewakili empat orang, maka yang terdampak 40 juta orang.
Baca juga: Ribut-ribut Soal Batubara, Pengamat Ungkap Sumber Energi Alternatif Yang Potensial di Indonesia
"Ini dampaknya besar ke ekonomi, apalagi pelanggan industri maka dampaknya akan lebih besar juga. Jadi memang konsumsi listrik harus diamankan di dalam negeri," paparnya.
Namun, Faisal tidak dapat memperkirakan nilai kerugian ekonomi jika 10 juta pelanggan PLN benar-benar padam listriknya.
"Saya belum mengkalkulasinya, dan saya berharap pasokan batubara untuk PLN bisa dipenuhi," papar Faisal.
Baca juga: Produksi Tiongkok Meningkat, Harga Batubara Acuan Turun ke Level 158,50 Dolar AS Per Ton
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir, mengatakan, larangan ekspor batubara yang dikeluarkan Kementerian ESDM akan menyebabkan pemerintah kehilangan devisa hasil ekspor batu bara hingga 3 miliar dolar AS per bulan.
“Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batubara sebesar kurang lebih 3 miliar dolar AS per bulan,” kata Pandu, dikutip dari keterangan resminya, Minggu (2/1/2022).