Menurut dia, minyak goreng yang dijual dalam kemasan botol dan kaleng plastik tidak disubsidi dan harganya ditentukan oleh harga CPO di pasar dunia.
Warga Malaysia bebas memilih untuk membeli minyak goreng bersubsidi dalam kemasan polybag atau tidak bersubsidi yang dikemas dalam kemasan botol dan kaleng plastik.
“KPDNHEP sedang berdiskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait untuk memperbaiki mekanisme penerapan harga minyak goreng bersubsidi dan nonsubsidi untuk mengurangi beban konsumen,” katanya.
Meski harganya mengalami kenaikan, harga minyak goreng di Malaysia secara rata-rata nasional masih lebih murah ketimbang yang dijual di Indonesia.
Dalam perbandingan harga kebutuhan pokok antar-negara, faktor lain yang harus diperhatikan adalah pendapatan per kapita. Hal ini berpengaruh kemampuan daya beli.
Terbaru, PDB per kapita Malaysia adalah Rp 149,25 juta. sementara Indonesia memiliki PDB per kapita Rp 55,52 juta.
Sementara itu dikutip dari Reuters, Malaysia diperkirakan akan menghabiskan 8 miliar ringgit atau 1,95 miliar dollar AS untuk subsidi BBM dan minyak goreng tahun ini.
Nilai subsidi ini lebih dari dua kali lipat dari alokasi anggaran semula yakni 3,78 miliar ringgit.
Alokasi subsidi bahan bakar dan minyak goreng eceran ditetapkan setelah harga minyak goreng meningkat tajam karena kenaikan harga komoditas global, kata Menteri Keuangan Tengku Zafrul Abdul Aziz dalam sebuah pernyataan.
“Pemerintah siap menanggung belanja subsidi yang lebih tinggi untuk menjaga kesejahteraan rakyat dan kelangsungan usaha, terutama bagi pedagang kecil,” kata Tengku Zafrul.
Menurut dia, pemerintah menghabiskan 6,32 miliar ringgit dan 2,16 miliar ringgit untuk subsidi masing-masing pada 2019 dan 2020.
Bulan lalu, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengumumkan paket stimulus tambahan senilai 9,7 miliar dollar AS, menjelang putaran terakhir penguncian. (Tribunnews.com/Kontan/Kompas.com)