Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap sejumlah kendala pengembangan vaksin Merah Putih hingga saat ini belum selesai.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, pengembangan vaksin Merah Putih dilakukan tujuh tim yang terdiri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) ada dua, LBM Eijkman, Universitas Padjajaran, LIPI, dan Universitas Airlangga.
Baca juga: Cara Cek Tiket dan Jadwal Vaksinasi Booster Gratis Lewat Aplikasi dan Website PeduliLindungi
Menurutnya, masing-masing tersebut sudah ada yang memiliki mitra industri, dan ada yang belum.
"Dalam konteks vaksin Merah Putih perlu saya sampaikan bahwa problem utama vaksin merah putih di Indonesia itu adalah, pertama kita belum miliki tim yang memiliki pengalaman mengembangkan vaksin dari scratch (secara mandiri)," kata Laksana saat rapat dengan Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022).
Ia menyebut, semua tim sudah bekerja keras melakukan berbagai cobaan, namun karena belum ada pengalaman maka menjadi terhambat.
Baca juga: Demo Tolak Vaksin di Belgia Ricuh, 50.000 Demonstran Bentrok dengan Aparat
Apalagi, sebagian besar vaksin yang diproduksi misalnya di Bio Farma semuanya berbasis pada lisensi.
"Sehingga memang itu jadi tantangan tersendiri bagi periset kita. Jadi ini membutuhkan jam terbang luar biasa untuk mendapatkan ini," tuturnya.
Kemudian, persoalan kedua yaitu perlu adanya fasilitas untuk menguji vaksin berdasarkan standar good manufacture practice (GMP) terbatas seperti dimiliki fasilitas di Bio Farma.
"Tentu kami tidak bisa melakukan di Bio Farma terus menerus jika banyak, karena dia juga harus produksi vaksin reguler yang dibutuhkan secara besar-besaran," tuturnya.
Selanjutnya kendala fasilitas animal BSL-3, tempat untuk melakukan uji pra klinis, yang mana telah ada di ITB tetapi kemudian membutuhkan renovasi dan sampai dengan akhir tahun sudah dilakukan renovasi dengan pembiayaan Kemenristek BRIN namun belum terverifikasi.
"Untuk itulah BRIN berupaya membangun fasilitas GMP untuk produksi terbatas. Termasuk animal BSL 3 macaca dengan kapasitas 80 ekor dan ini sama sekali tidak murah," tuturnya.