News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dirut PLN: Kenaikan Tarif Listrik untuk Pelanggan Non-subsidi Ada di Tangan Pemerintah

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyampaikan keputusan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan non subsidi ada di tangan pemerintah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyampaikan keputusan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan non subsidi ada di tangan pemerintah.

"Keputusan (tarif listrik) bukan di PLN, tetapi ini adalah keputusan bersama tentu saja dari DPR RI, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan juga dari Istana," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (26/1/2022).

Darmawan menjelaskan, dari total penjualan listrik PLN, satu per empat untuk listrik subsidi dan tiga per empat sekitar 75 persen merupakan listrik keluarga non subsidi.

Baca juga: PLN: Pasokan Batu Bara untuk Februari 2022 dalam Kondisi Aman

Menurutnya, sejak 2017 pemerintah telah menahan automatic tariff adjustment (ATA) untuk listrik non subsidi, di mana ada biaya kompensasi yang ditanggung pemerintah.

"Kalau automatic tariff adjusment ini dilepas, maka akan ada kenaikan tarif sesuai dengan adjusment dari menggunakan 4 parameter yaitu adanya exchange rate, kurs, kemudian ICP, harga batu bara acuan, dan tingkat inflasi," tuturnya.

Namun, Darmawan menyebut hingga saat in belum ada keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik non subsidi.

"Belum ada (keputusan kenaikan tarif)," ucap Darmawan.

Tarif Listrik Non-Subsidi Akan Naik Mulai Juli 2022, Total Ada 13 Golongan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menaikkan tarif listrik untuk golongan tarif PLN non-subsidi pada Juli 2022 mendatang.

Saat ini, terdapat 13 golongan pelanggan PLN yang dikenakan tarif listrik non-subsidi. Inilah golongan yang akan terkena kenaikan tarif listrik.

Golongan listrik non-subsidi terdiri dari beragam segmentasi, mulai dari listrik rumah tangga, listrik bisnis besar, listrik industri besar, listrik Pemerintah, hingga listrik layanan khusus. 

Berikut 13 golongan pelanggan PLN non-subsidi selengkapnya:

Rumah Tangga, meliputi 5 golongan yakni R-1/TR 900 VA – RTM, R-1/TR 1.300 VA, R-1/TR 2.200 VA, R-2/TR 3.500 VA s.d 5.500 VA, dan R-3/TR 6.600 VA ke atas (tarif listrik rumah tangga).

Bisnis Besar, meliputi 2 golongan yakni B-2/TR 6.600 VA s.d 200 kVA dan B-3/TM di atas 200 kVA (tarif listrik bisnis besar).

Baca juga: PLN Pulihkan Aliran Listrik di Banten 100 Persen Usai Gempa Magnitudo 6,7

Industri Besar, meliputi 2 golongan yakni 2 I-3/ TM di atas 200 kVA dan I-4/ TT 30.000 kVA ke atas (tarif listrik industri besar).

Pemerintah, meliputi 3 golongan yakni P-1/TR 6.600 VA s.d 200 kVA, P-2/TM di atas 200 kVA, dan P-3/TR (tarif listrik lembaga pemerintah).

Baca juga: ESDM: Tak Perlu Khawatir Pemadaman Listrik, Pasokan Batubara ke PLTU Sudah Membaik

Layanan Khusus, hanya ada 1 golongan yakni 1 L/TR, TM, TT (tarif listrik khusus).

Tarif listrik non-subsidi saat ini

Tarif listrik per kWh yang berlaku saat ini berbeda-beda pada masing-masing golongan pelanggan PLN non-subsidi.

Berikut daftar tarif listrik yang berlaku saat ini:

  • Golongan R-1/ Tegangan Rendah (TR) daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.
  • Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

Rencana kenaikan tarif listrik

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, rencana kenaikan tarif listrik telah disepakati dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Terlebih sejak 2017 tarif listrik bagi pelanggan non-subsidi tidak pernah mengalami penyesuaian. Ia menjelaskan, penyesuaian tarif listrik diperkirakan terjadi pada kuartal III atau kuartal IV-2022.

Sebab, Pemerintah telah memutuskan di kuartal I tak ada penyesuaian tarif, sementara kuartal II diperkirakan tak ada penyesuaian tarif karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dengan adanya varian baru, Omicron.

"Untuk kuartal I sudah ditetapkan tidak dinaikkan (tarif listrik). Untuk triwulan II, III, dan IV belum ditentukan, tapi most likely kalau saya perkirakan dengan Omicron ini kuartal II pun enggak. Kuartal III dan IV bisa kita pertimbangkan (penyesuaian tarif listrik)," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/1/2022).

Solusi Erick Thohir Agar Layanan Listrik Tidak Mahal dan Bisa Dijangkau Masyarakat

Menteri BUMN Erick Thohir membawa solusi agar harga layanan listrik di masa mendatang tidak menjadi mahal untuk masyarakat.

Ia mengatakan salah satu solusi adalah dengan melakukan pemetaan kembali jumlah masyarakat penerima subsidi pelayanan listrik negara, sehingga anggaran yang dikeluarkan akan menjadi lebih efisien.

“Kenapa kita melakukan mapping ini, supaya ke depan bisa menggambarkan secara real, mana masyarakat yang perlu disubsidi, mana yang tidak perlu disubsidi. Subsidi ini juga harus lebih efisien dan tepat sasaran,” ujar Erick di Jakarta, Jumat (20/1/2022).

Mantan Presiden Inter Milan ini kemudian menjelaskan pemetaan kembali dapat dilakukan bersamaan dengan transformasi yang dilakukan di dalam tubuh PLN yakni pembentukkan holding dan sub holding.

PLN di masa mendatang akan memiliki dua sub holding yakni Retail dan Power Generator.

Baca juga: Pemerintah Pangkas 10,37 Juta Ton Emisi Karbon Pembangkit Listrik di 2021

Pembentukan sub holding ini diyakini Erick sejalan dengan meningkatkan kinerja PLN di bidang pelayanan listrik yang memakai tenaga fosil maupun energi baru terbarukan.

Selain itu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menekan harga tarif dasar listrik (TDL) sekaligus memberantas mafia yang sering membuat harga listrik mahal melalui pemanfaatan teknologi digitalisasi.

“Sesuai dengan agenda besar 2060 emisi nol. Ini kompleksitas yang harus dilakukan seirama. Tidak bisa kita ingin melakukan dengan baik tapi harga listrik naik terus, karena energi terbarukan akan lebih mahal,” kata dia.

Erick kemudian menjelaskan transformasi menuju Indonesia Zero Emissions harus tetap berjalan beriringan dengan pemanfaatan energi fosil sebagai penyumbang devisa terbesar negara.

Apalagi mengingat, energi fosil seperti batu bara salah satu penyumbang devisa negara terbesar di samping kelapa sawit.

“Tetapi konteks lainnya kita melihat, bagaimana sumber daya listrik kita yang sudah menjadi sumber listrik dunia ini tidak boleh hilang. Jangan sampai devisa kita hilang. Ini pertama kali neraca perdagangan devisia kita tinggi sekali, sampai US$ 34 miliar positif,” papar Erick yang juga Ketum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Maka dari itu, Erick berupaya agar harga TDL tidak memeberatkan masyarakat dengan penyaluran subsidi yang efisien dan tepat sasaran melalui pemanfaatan teknologi digitalisasi.

Sehingga kedepannya, PLN tidak perlu melibatkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, untuk menyalurkan subsidi kepada masyarakat.

“Dari KPK, DPR, selalu menekankan bagaimana subsidi bisa masuk langsung ke rakyatnya. Kami PLN mendukung agar yang bisa memang subsidi langsung tanpa melibatkan BUMN kami dukung. Dan tentu harus dipastikan memang,” ujar Erick.

Di samping itu, Erick menyatakan pemanfaatan teknologi digital juga salah satu upaya untuk memberantas para mafia listrik yang selalu mencari keuntungan sepihak.

Memanfaatkan kecanggihan teknologi digitalisasi, Ia optimis dapat mengungkap wilayah abu-abu yang sering dimanfaatkan oleh para mafia.

“Karena itu, dengan digitalisasi akan membuka gray area atau keabu-abuan yang selama ini justru dimanfaatkan oleh banyak pihak. Banyak pihak mafia yang lihat ini kesempatan untuk bagaimana menjadi istilahnya pengambilan keuntungan sepihak,” tutupnya.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini