Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka data tentang konglomerasi perusahaan fintech.
Legislator Golkar itu menduga pemilik modal menggunakan orang lain untuk menjalankan fintech yang tak hanya menyediakan pinjaman dana tetapi juga sistem pembayaran.
Baca juga: Penggerebekan Kantor Pinjol di PIK 2 Berawal dari Aduan Masyarakat, Polisi: Jangan Sungkan Lapor
Menurut Misbakhun, pada saat ini terdapat 103 fintech yang terdaftar di OJK. Perinciannya ialah 95 konvensional dan 8 syariah.
“Masalah fintech ini sebenarnya bukan hanya peer to peer lending, tetapi ada yang sifatnya payment system. Ini bagaimana?” ujar Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan OJK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Ia menyatakan harus ada pengawasan terintegrasi terhadap payment system.
“Saya tidak melihat sebuah pengawasan yang terintegrasi,” katanya.
Baca juga: Fintech Dinilai Dapat Tingkatkan Akses dan Kemandirian Keuangan Masyarakat
Misbakhun juga mengaku ingin mengetahui data tentang konglomerasi sektor keuangan.
Dia meminta OJK membuka data pemilik bank, status banknya sebagai emiten Tbk atau tidak, dan soal manajer investasi (MI).
“Dia punya perusahaan efek apa dan memperdagangkan saham siapa saja?” katanya.
Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu menyatakan hal tersebut penting dibuka ke publik.
“Ini penting, Pak. Siapa orang yang mereka pasang sebagai pemegang saham dan siapa yang mereka pasang sebagai pengelolanya?” katanya.
Misbakhun juga mencontohkan persoalan Kresna Life.
Pada Juni 2021, Mahkamah Agung (MA) memutus perusahaan asuran jiwa itu pailit.
Kasus lain seperti Jiwasraya tapi bedanya Jiwasraya kepunyaan pemerintah, kalau Kresna punya swasta.