TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam beleid itu, manfaat dari JHT diberikan kepada peserta saat usianya mencapai 56 tahun.
Aturan pencairan JHT tersebut dinilai merugikan bagi pekerja yang diberhentikan perusahaan sebelum usia tersebut.
Baca juga: Polemik JHT Cair Usia 56 Tahun, PKS: Pemerintah Zalim
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyebut momentun lahirnya permenaker tersebut tidak tepat karena masih adanya persoalan Undang-Undang Cipta Kerja, ditambah banyaknya buruh yang terkena PHK dampak dari adanya pandemi Covid-19. Tak heran kalau aturan JHT tersebut menuai penolakan mayoritas buruh.
"Persoalannya adalah kurang sosialisasi sehingga membuat mayoritas buruh kaget, diputuskan pada saat ada persoalan UU Cipta Kerja dan banyaknya buruh yang ter-PHK dan kehilangan pekerjaan. Momentumnya juga tidak pas," kata Elly, Senin (14/2).
Namun, di sisi lai, Elly mengatakan, memang dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) junto PP Nomor 46 tahun 2015 masih berlaku, yang menyatakan JHT dapat dicairkan saat usia 56 tahun.
Program JHT merupakan tabungan bagi pekerja/buruh yang dipersiapkan untuk mendukung daya beli pasca selesai bekerja atau pensiun, seperti yang tertuang dalam UU SJSN pasal 35 ayat 2.
Baca juga: Soal JHT Cair di Usia 56 Tahun, Ketua MPR Minta Menaker Kaji Ulang Permenaker Nomor 2/2022
Kemudian dalam Pasal 37 ayat (1) UU SJSN yang mengamanatkan manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap, dinilainya tidak berjalan dengan baik.
"Sejak lahirnya PP No. 60 Tahun 2015 junto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 tahun 2015, pencairan dana JHT justru lebih didominasi karena alasan PHK, bukan karena tiga alasan yang disebut Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1)," kata Elly.
Pemerintah sendiri menyebut, selain JHT terdapat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang termasuk jaminan sosial bagi para buruh. Namun, Elly mempertanyakan apakah JKP dapat mencakup seluruh buruh yang kehilangan pekerjaan sebelumnya. Mengingat JKP baru diaktifkan bulan Februari ini.
"Apakah para buruh yang kehilangan pekerja akan semua terkaver? Dapat mengakses? Belum buruh yang tidak lagi membayar iuran sejak di PHK sebelum 12 bulan terakhir. Nah kalau buruh menolak Permen Nomor 22/2022, sebaiknya gugat dulu UU SJSN tahun 2015," kata Elly.
Baca juga: KSPI: Buruh akan Gelar Demo di Depan Gedung Kemnaker Jika Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun Tak Dicabut
Ditanya mengenai adakah rencana mengajukan gugatan UU SJSN, Elly menyebut, pihaknya masih dalam tahap pembicaraan internal menyikapi Permenaker tersebut. Hanya saja Elly kembali menegaskan bahwa penolakan yang muncul saat ini dikarenakan momentum lahirnya aturan yang tidak tepat dan sosialisasi yang masih mini.
artikel ini sudah tayang di KONTAN dengan judul Soal Beleid Pencairan JHT Usia 56 Tahun, KSBSI: Momentumnya Kurang Tepat