Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pasar negara berkembang di Asia Tenggara (ASEAN) telah mengalami kemajuan substansial dalam penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan dan investasi regional.
Menurut dia, currency swaps atau pertukaran mata uang membantu meningkatkan jaring pengaman keuangan, sehingga khususnya ekonomi negara ASEAN sudah lebih tahan banting hadapi ketidakpastian global atau eksternal.
Baca juga: Survei Bank Indonesia: Harga Properti Residensial Naik 1,47 Persen Secara Tahunan
"Currency swaps adalah suplemen yang berguna untuk sistem moneter internasional yang ada. Akibatnya, ekonomi ASEAN lebih tahan terhadap guncangan eksternal," ujarnya dalam sesi acara G20 "Finance Track Main & Side Event February Series", Rabu (16/2/2022).
Yi menjelaskan, pertukaran mata uang yang juga melibatkan China dengan beberapa negara ASEAN tersebut membantu dalam memfasilitasi perdagangan bilateral dan investasi.
"Saat ini, pertukaran mata uang bilateral di antara 3 negara ASEAN telah berjumlah sekira 380 miliar dolar Amerika Serikat (AS)," katanya.
Baca juga: Bank Universal BPR Salurkan Kredit Sindikasi Bersama 10 BPR
Sementara itu, dia menambahkan, perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal alias Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan Bank Indonesia telah diperbarui awal tahun ini.
"Pada Januari tahun ini, Bank Sentral China dan Bank Indonesia memperbarui perjanjian swap mata uang mereka dan memperluas ukurannya dari 31 miliar dolar AS menjadi 39 miliar dolar AS," pungkas Yi.