TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan “kecenderungan yang mengkhawatirkan” terkait migrasi Bisfenol A atau BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat terhadap kesehatan masyarakat.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang menjelaskan, fakta ini diperoleh dari hasil uji post-market 2021-2022 dengan sampel yang diambil dari seluruh Indonesia yang menemukan bahwa migrasi BPA (perpindahan BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan) pada galon polikarbonat telah mencapai ambang batas berbahaya.
Bisfenol A atau BPA merupakan senyawa kimia pembentuk polikarbonat, yaitu jenis plastik yang umumnya digunakan pada galon isi ulang dan memiliki potensi bahaya bagi kesehatan.
Baca juga: Waspada Bahaya BPA pada Galon Air Minum, Langkah BPOM Ini Dinilai Solutif
Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius.
Potensi bahaya jangka panjang BPA bagi kesehatan masyarakat
BPOM menggolongkan BPA sebagai senyawa kimia berbahaya yang apabila sampai berpindah dari kemasan pangan ke dalam produk pangan dan terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi tubuh, yakni sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).
Menurut Rita, hasil uji migrasi BPA menunjukkan sebanyak 33% sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24% sampel pada sarana produksi, berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi. Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia,” jelas Rita dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.
Selain itu, sudah banyak pula penelitian internasional lain yang juga telah menunjukkan akan potensi bahaya dari BPA bagi kesehatan, mulai dari anak-anak, dewasa, dan wanita hamil.
Mengutip dari Mayo Clinic, beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan BPA menjadi perhatian karena dapat berdampak pada kesehatan otak dan kelenjar prostat janin, bayi, dan anak-anak serta juga dapat mempengaruhi perilaku anak.
Baca juga: Publikasi Aturan Pelabelan BPA Air Galon, BPOM Dapat Apresiasi FMCG Insights dan YLKI
Penelitian tambahan juga menunjukkan bahwa partikel BPA mungkin dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit kronis di masa depan, sebab ditemukan kaitan antara BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Tak hanya itu, Direktur Klinik Dian Perdana Medika Jawa Tengah Dian Kristiani mengingatkan tentang bahaya BPA yang dapat meningkatkan risiko kanker sejak dini.
“Plastik BPA berbahaya bagi bayi karena terbukti dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker di kemudian hari,” ujar Dian, dikutip dari Kontan, Senin (7/12/2020).
Sementara itu, mengutip dari Kompas.com, peneliti gabungan antarnegara asal Thailand, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) merilis hasil studi terkait efek paparan BPA prenatal pada gen terkait autisme dan fungsi hipokampus.
Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa paparan BPA pada wanita hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan dengan janin gangguan autisme.
Bahkan, dalam artikel Tribunnews 15 Desember 2020, Dokter Spesialis Anak Neonatologist Rumah Sakit Mayapada Daulika Yusna pun mengatakan jika migrasi BPA dari kemasan makanan dan minuman seperti pada galon guna ulang tersebut dikonsumsi setiap hari dalam jangka waktu lama, maka dapat memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan.