TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Hotman Paris Hutapea merilis sebuah video terbuka yang menantang Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah debat terbuka membahas kontroversi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor2 Tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT).
Hotman Paris menegaskan, sangat tidak masuk akal, bila orang sudah dipecat di masa muda tapi tidak bisa mencairkan uang yang sudah disisihkan lewat program JHT, namun harus menuggu sampai usia 56 tahun.
"Saya Hotman Paris pendukung setia Bapak Jokowi sebagai Presiden. Hanya saya tidak setuju dengan Menaker yang mengeluarkan Peraturan Menteri No 2/2022. Ayo kita debat terbuka saja," kata Hotman lewat akun instagram, Minggu (20/2/2022).
"Saya hanya mau mewakili kepentingan para pekerja, tidak ada ambisi politik. Bukan ingin jadi menteri. Kalau memang peraturan ini ibu yang mengeluarkan, mari kita debat terbuka. Salam Hotman Paris," tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Ida Fauziyah yang juga politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengeluarkan aturan baru bahwa JHT yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair secara penuh saat peserta memasuki usia 56 tahun.
Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair secara penuh pada saat peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI.
Iuran JHT sendiri terbilang cukup besar, yakni 5,7 persen dari gaji pekerja setiap bulannya.
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Baca juga: Demokrat Sebut Kebijakan soal JHT Cair di Usia 56 Tahun Menunjukkan Sikap Otoriter
Hotman Paris beranggapan bahwa kebijakan baru dari Menaker Ida Fauziah tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat terutama bagi buruh atau pekerja.
Uang JHT adalah sepenuhnya milik pekerja dari berasal dari potongan gaji setiap bulannya.
"Intinya Bu menteri dalam membuat aturan harus dipikirkan nalar, abstraksi hukum, dan keadilan," kata Hotman Paris Hutapea melalui pernyataan terbuka kepada Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah melalui video yang diunggah di akun resmi Instagram-nya.
Baca juga: Presiden Aspek: Pekerja Diajak Bicara Permenaker Soal JHT, Tapi Tak Setuju
Hotman Paris bilang, praktik menahan uang buruh hingga usianya 56 tahun sangat mencederai keadilan.
Padahal dalam beberapa kasus, pekerja korban PHK atau yang berhenti secara sukarela sangat membutuhkan dana.
Ia menganalogikan, seorang karyawan yang sudah berusia 32 tahun namun akhirnya terkena PHK, maka sang pekerja itu harus menunggu pencairan JHT miliknya selama 24 tahun.
"Selama 10 tahun lebih uang itu dikumpulkan di JHT. Itu uang dia. Karena menurut aturan hanya bisa diambil saat umur 56 tahun. Di mana keadilannya Bu? Itu kan uang dia," ucap Hotman Paris.
Pengacara yang telah berkiprah di hukum bisnis selama 36 tahun ini khawatir saat buruh terkena PHK namun harus menunggu lama untuk bisa mencairkan dana JHT, maka ia akan sudah jatuh miskin karena menjadi pengangguran lama.
Baca juga: Kadin Minta Ada Diskresi Soal JHT: Pencairan Penuh Hanya untuk Sektor Pekerjaan Tertentu
Padahal, bisa saja dana JHT sangat dibutuhkan pekerja untuk merintis usaha, bahkan sekedar untuk bertahan hidup di masa sulit. Secara hukum, tak ada alasan pemerintah menahan uang buruh hingga 56 tahun.
"Di mana logikanya Ibu? Itu kan uang dia! Uang buruh! Karena demi abstraksi hukum manapun dan nalar hukum apapun. Tidak ada alasan untuk menahan uang orang lain," ujar Hotman Paris.
"Tapi berapa bulan cukup untuk membiayai hidup diri dan keluarganya? Terlepas dari apapun alasannya, Karena itu uang buruh tidak ada alasan apapun untuk menahan uang tersebut apalagi sampai puluhan tahun," kata dia lagi.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis belum ada tanggapan resmi Menaker Ida Fauziyah terkait tantangan debat terbuka mengenai JHT yang diajukan pengacara Hotman Paris Hutapea.
Kamis pekan lalu (17/2/2022) menaker menyatakan Pemerintah menghormati adanya pihak yang mengajukan uji materiil atas isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT ke Mahkamah Agung (MA).
"Pemerintah menghormati upaya uji materiil Permenaker 2/2022 karena merupakan bagian dari dinamika demokrasi, " kata Ida Fauziyah di kawasan Tangerang Selatan, Banten.
Karena Permenaker 2/2022 telah diundangkan, dia mengatakan, kementeriannya memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan Permenaker 2/2022 hingga ada keputusan MA yang memutuskan sebaliknya.
Ida Fauziyah menegaskan pelaksanaan Permenaker 2/2022 yang mulai berlaku 4 Mei 2022 nanti, bukan untuk kepentingan Pemerintah atau BPJS Ketenagakerjaan.
"Permenaker ini semata-mata untuk memperkuat pelaksanaan Program JHT sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara optimal oleh peserta yaitu pekerja/buruh, " katanya.
Ida Fauziyah menjelaskan berdasarkan UU BPJS, pengelolaan dana di BPJS, termasuk Investasi, diawasi oleh pengawas eksternal dan pengawas internal. Pengawas eksternal yakni DJSN, OJK maupun BPK.
Sementara pengawas internal dilakukan oleh Dewan Pengawas yang anggotanya terdiri dari unsur pekerja, pemberi kerja, ahli, dan pemerintah (Kemenaker dan Kemenkeu); dan Satuan Pengawas Internal.
Ida Fauziyah menyatakan dana JHT tidak akan dipakai oleh pemerintah.
Menurutnya, dana JHT milik pekerja tetap aman dan dikelola secara transparan dan prinsip kehati-hatian dengan pemberian imbal hasil yang kompetitif, yakni minimal setara rata-rata bunga deposito counter rate Bank Pemerintah.
"Tidak benar (dipakai pemerintah. Dana JHT tetap menjadi hak pekerja dan dapat diambil saat mencapai usia 56 tahun dengan persyaratan dokumen sangat sederhana yakni KTP atau bukti identitas lain; dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, " ujarnya.
Ida Fauziyah mengatakan selama masih aktif bekerja atau telah berhenti kerja, tetapi belum berusia 56 tahun, maka dapat mengajukan pengambilan JHT.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja Dita Indah Sari mengungkapkan, 66 persen klaim Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan nilainya kurang dari Rp 10 juta per pekerja atau tepatnya rata-rata Rp 7,5 juta per pekerja dengan masa kerja 3 tahun hingga 4 tahun.
Dita mengatakan, jumlah tersebut masih lebih kecil dibanding dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan gaji sama yakni sekitar Rp 5 juta per bulan.
"Kalau gaji Rp 5 juta dapat JKP Rp 10,5 juta selama 6 bulan. Hanya sekali saja dapat? Bisa 3 kali jika kena PHK lagi," ujarnya saat diskusi virtual, Selasa (15/2/2022).
Sedangkan jika ada karyawan kena PHK sampai 4 kali, maka yang bersangkutan tidak bisa lagi mengklaim dana JKP tersebut.
"Kalau sudah 4 kali PHK tidak dapat lagi, ya sudah kelewatan PHK-nya. Kalau 3 kali PHK totalnya Rp 31,5 juta, itu kalau mau dibandingkan dengan rata-rata klaim JHT (Rp 7,5 juta)" kata Dita.
Dia menambahkan, JKP ini program tambahan baru, di mana bertujuan supaya tidak ada penumpukan dari manfaat jaminan sosial yang ada.
"Karena itu, JHT dikembalikan ke prinsipnya yaitu sebagai jaminan hari tua, diambil saat usia 56 tahun. Namun, bisa juga diambil pada 10 tahun setelah mengiur, tapi dalam jumlah terbatas," pungkasnya.
Sebagian artikel ini tayang di WartaKotalive.com dengan judul Hotman Paris Tantang Ida Fauziah Debat Terbuka Soal Permen JHT
Penulis: Dian Anditya Mutiara