TRIBUNNEWS.COM - Transformasi Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) dinilai mampu menjadi motor pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi. Peran proaktif bank-bank pelat merah pun diharap dapat tetap berlanjut tahun ini guna memulihkan sekaligus membantu ekspansi para pelaku bisnis.
Adapun, HIMBARA berhasil mencatatkan kinerja cemerlang di sepanjang tahun 2021. Kelompok bank milik pemerintah yang terdiri dari BRI, Mandiri, BNI dan BTN ini secara total mampu meraup laba sebesar Rp72,05 triliun pada akhir Desember 2021. Pencapaian ini tercatat melesat 78,06% dari perolehan laba tahun 2020 sebesar Rp40,34 triliun.
Apabila dirinci, secara total di sepanjang tahun 2021, BRI mampu mencetak laba sebesar Rp30,76 triliun, Mandiri Rp28,03 triliun, BNI Rp10,89 triliun dan BTN mampu menyumbang laba senilai Rp2,37 triliun.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan kinerja HIMBARA tergolong sangat positif. Terlebih, Himbara memiliki tugas sebagai agent of development, sehingga dituntut oleh banyak pihak untuk menjadi pionir dalam menggairahkan sektor riil.
Bank-bank milik pemerintah ini aktif mencari ceruk pertumbuhan berkualitas di masa pandemi agar penyaluran dapat tumbuh lebih positif pada tahun kedua pandemi.
Hal ini pula yang akhirnya berdampak pada penyerapan tenaga kerja kembali guna meningkatkan kembali kapasitas produksi industri, sekaligus memulihkan daya beli masyarakat.
“Caranya bank pemerintah wajib mengucurkan kredit ke sektor yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Untuk itu, bank pemerintah suka tak suka harus menyalurkan kredit ke sektor manufaktur, pertanian, dan infrastruktur,” sebutnya, Senin (21/2/2022).
Sebagai gambaran, BNI misalnya, bank yang diberi mandat sebagai bank Himbara yang go global. Paul berpendapat, sejatinya spesialisasi bisnis BNI di segmen perdagangan internasional (trade finance) sudah berjalan lama.
Hal ini didukung dengan minimal enam kantor cabang luar negeri. Sebut saja, New York, Tokyo, London, Hong Kong, Singapura, dan Seoul. "Apalagi jumlah kantor cabang luar negeri akan terus bertambah sebagai sayap bisnis internasional,” kata dia.
Di pihak lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kinerja tantangan terbesar bagi Himbara ke depan adalah investasi yang tidak murah, khususnya bagi yang baru mempunyai anak usaha bank digital.
Pasalnya, investasi diperlukan tidak hanya untuk pegembagan aplikasi tapi juga user experience dan cyber security.
“Bank BUMN yang punya anak usaha bank digital di tahun-tahun awal biaya operasionalnya meningkat signifikan, modal yang dibutuhkan untuk investasi dari bank konvensional,” kata Bhima.
Dia mencontohkan, seperti BNI yang baru saja mengakuisisi Bank Mayora yang akan dijadikan bank digital. Pada awal pembentukannya perseroan harus menyiapkan investasi di bidang teknologi, SDM, serta sistem pelayanan. Investasi itu, kata Bhima, dipastikan sangat mahal dan akan menguras modal tahun awal.
Tantangan lainnya, tambah Bhima, adalah BNI belum memiliki ekosistem seperti halnya bank digital swasta yang memiliki ekosistem e-commerce atau ride hailing.