Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Pemerintah memulihkan ekonomi di dalam negeri akibat pandemi Covid-19 akan sia-sia jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada saat ini.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, untuk menghindari dampak lebih besar dari perang Rusia-Ukraina ke dalam negeri terkait harga minyak dunia, maka pemerintah harus bersiap-siap menambah subsidi BBM.
"Peningkatan harga BBM akan merusak proses pemulihan ekonomi nasional dan program PEN yang selama ini dijalankan dalam dua tahun terakhir, ini menjadi akan tergerus kembali jika daya beli masyarakat turun akibat peningkatan (harga BBM)," kata Faisal saat dihubungi, Senin (28/2/2022).
Menurut Faisal, sebelum munculnya perang Rusia - Ukraina, sebenarnya pemerintah sudah merencanakan hapus BBM jenis premium dan pertalite meski akhirnya keputusannya ditunda.
Namun, setelah harga minyak dunia menembus 100 dolar AS per barel maka tekanan menaikkan harga BBM semakin meningkat.
Baca juga: Harga Minyak Naik Akibat Invasi Rusia, Pemerintah Jangan Dulu Naikkan Tarif Listrik dan Harga BBM
"Kalau itu terjadi (kenaikan harga BBM) sudah pasti mempengaruhi banyak hal, bukan hanya biaya transportasi masyarakat tapi juga harga bahan pokok yang itu lebih banyak dampak lebih besar dirasakan menengah ke bawah dari pada masyarakat atas," tuturnya.
Baca juga: Melonjaknya Harga Minyak Dunia Ancam Keuangan Pertamina dan Potensi Membengkaknya Tanggungan APBN
"Pemerintah harus bersiap-siap untuk menambah subsidi (cegah kenaikkan BBM) karena kalau saya perkirakan harganya (minyak dunia) lebih tinggi lagi ke depan dengan adanya konflik Rusia - Ukraina," sambung Faisal.