TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dampak perang Rusia dengan Ukraina diprediksi membawa efek ke negara lain di dunia, termasuk ke Indonesia.
Selain harga minyak, harga pupuk dan gandum juga perlu diwaspadai pemerintah dari konflik dua negara di benua biru tersebut.
Harga Gandum dan Pupuk
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta, mengatakan
pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan harga pupuk dan gandum di dalam negeri akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga: Ukraina Bentuk Tentara IT, untuk Menyerang Dunia Maya Rusia
Invasi Rusia ke negara dengan ibukota Kiev tersebut dikhawatirkan mengganggu ketersediaan beberapa komoditas pangan penting dan komoditas lain yang harganya fluktuatif di pasar internasional.
“Konflik ini akan berpengaruh besar pada harga pangan di Indonesia dan Indonesia harus segera mencari sumber gandum dan pupuk baru secepatnya untuk membatasi kenaikan harga pangan,” kata Krisna Gupta, kemarin.
Data dari UN Comtrade menunjukkan, pada tahun 2020, Ukraina memasok sekitar 23,51 persen gandum Indonesia. Tidak hanya Ukraina, Rusia pun memiliki hubungan perdagangan pangan yang cukup erat dengan Indonesia.
Baca juga: Pengawas Media Rusia Tuntut Google Pulihkan Akses ke Channel YouTube-nya di Ukraina
Sebanyak 15,75 persen pupuk impor Indonesia datang dari Rusia. Di samping itu, kedua negara merupakan sumber dari 7,38 persen produk baja impor Indonesia. Sementara itu, Rusia membeli sekitar 5 persen produk minyak nabati dari Indonesia.
Rusia adalah salah satu eksportir utama minyak bumi, gas alam, dan barang tambang dunia. Sementara Ukraina adalah salah satu eksportir utama gandum. Di samping itu, sebagai penghasil gas alam dan potash, Rusia juga merupakan produsen pupuk yang cukup besar.
Konflik antara keduanya, terutama setelah sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Rusia, akan mengakibatkan terganggunya suplai bahan makanan dan energi. Hal ini akan memperparah tren inflasi global kedepannya.
Sebelum perang pecah antara kedua negara, ketahanan pangan global sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, yang menyebabkan penurunan jumlah produksi dan ketidakpastian musim tanam.
Perubahan iklim telah memengaruhi perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara dan kekeringan.
Baca juga: Presiden Vladimir Putin Perintahkan Pasukan Nuklir Siaga Tinggi Hadapi Invasi Lanjutan ke Ukraina
Tiga hal tadi sudah berkontribusi pada melemahnya ketahanan pangan. Kondisi ini juga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan pangan di waktu mendatang.
Pembahasan mengenai perubahan iklim menjadi semakin relevan karena meningkatnya kerawanan pangan justru akan berakibat kepada konflik dan migrasi besar-besaran dalam jangka panjang.