Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Rangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan ke Rusia atas aksi invasinya, telah membuat presiden Vladimir Putin geram hingga membuat pihaknya ikut membalas tindakan AS dan sekutunya dengan menghentikan kegiatan ekspor pada komoditas pupuk.
Jauh sebelum memanasnya konflik ini, harga pupuk global terpantau sudah mulai mengalami kenaikan.
Namun setelah Rusia menghentikan kegiatan ekspor pupuk, harga komoditas pupuk di beberapa negara belahan dunia, justru makin meningkat hingga menembus rekor biaya tertinggi.
Baca juga: Tuntutan Ukraina pada Negara Barat, Lebih Banyak Sanksi untuk Rusia hingga Minta Bantuan Senjata
Meski Rusia bukanlah satu-satunya negara penyuplai pupuk global namun kehadiran pupuk Rusia dianggap penting oleh para petani dunia.
Menurut laporan International Food Policy Research Institute (IFPRI), negara Putin ini diketahui telah menyumbang 15 persen pupuk nitrogen serta 17 persen ekspor pupuk kalium dari perdagangan global.
Tercatat hingga saat ini beberapa negara besar di dunia menjadi tujuan utama dari ekspor pupuk Rusia, diantaranya Brasil, Spanyol, Belgia, China, Firlandia, serta Amerika dan beberapa negara berkembang lainnya.
Melonjaknya harga pupuk secara serentak membuat para petani dunia harus mengurangi penggunaan pupuk sebagai vitamin tanah dalam produksinya. Melansir dari Business News Press, akibat dari tindakan ini kini bencana pangan tengah membayangi dunia.
Baca juga: China Menentang Sanksi Sepihak Barat Terkait Invasi Rusia ke Ukraina
Meski Putin gencar menyerukan larangan ekspor pada penduduknya, namun sayangnya hal tersebut tak sepenuhnya didukung oleh beberapa pabrik pupuk Rusia. Seperti Melnichenko, pemilik EuroChem pabrikan pupuk terbesar di Rusia. Diketahui pihaknya justru menolak aksi larangan ekpor tersebut.
“Kejadian di Ukraina benar-benar tragis. Kami sangat menginginkan perdamaian,” ujar Melnichenko.
Melnichenko menyebut Jika hal ini terus berlanjut dalam kurun waktu yang lama maka bukan hanya akan merugikan para produsen pupuk Rusia, namun juga dikhawatirkan dapat memicu adanya bencana krisis makanan internasional.