Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah perlu menjaga sumber daya kelautan dan perikanan agar terus berkelanjutan dan mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, alur perizinan sebaiknya melalui satu pintu, terutama terkait bisnis perairan dan konservasi.
"Setiap pelaku usaha budidaya tidak boleh merusak lingkungan supaya lestari dan berkelanjutan," ungkap Adang Sudjana, Koordinator Pelayanan Usaha, Ditjen. Produksi dan Usaha Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan pada acara diskusi webinar Pataka bertajuk 'Bicara Regulasi, Antara Konservasi dan Bisnis Perairan', Kamis (17/3/2022) di Jakarta.
Adang menjelaskan, konservasi harus jalan seperti petambak pesisir untuk menanam mangrove sebagai benteng serangan dari air laut.
“Perizinan tambak udang tidak perlu ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan) tapi kalau ada bangunan di atasnya walaupun itu gubuk, itu harus ada PGB (Persetujuan Bangunan Gedung),” ungkapnya.
Baca juga: Edukasi Nelayan Dukung Konsep Keberlanjutan Perikanan di Indonesia
Pihaknya berharap masyarakat dan stakeholder siap bersama-sama memperbaikinya demi keberkelanjutan. Dia mengatakan, selama ini antar kementerian dan pemerintah daerah telah melakukan uji petik dan pembinaan.
Setiap pelaku usaha cukup memiliki satu NIB (Nomor Induk Berusaha). Maka mewajibkan setiap pembudidaya perikanan menerapkan sertifikasi CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) dan cara pembenihan ikan yang baik. Salah satunya tidak boleh membuang sampah dan tidak boleh merusak lingkungan.
“Sudah disampaikan kepada pelaku usaha terutama UKM (Usaha Kecil Menengah). Hanya saja seringkali ada yang terlupakan oleh mereka. Kita sudah berusaha melalui Dinas Kabupaten/Kota/Provinsi melakukan pembinaan agar supaya mereka menjadi auditor CBIB, dan mempercepat sertifikasi CBIB. Jadi kita sudah mendidik para auditor sehingga pengawasan oleh penyuluh di setiap pelaksanaan budidaya harus mengutamakan kelestarian,” sebutnya.
Tumpang Tindih Perizinan
Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Denny D. Indradjaja mengatakan, berbagai regulasi pemerintah bukan berarti tidak ditaati oleh pelaku usaha tetapi proses perizinan harusnya lebih cepat dan jelas. Seperti sertifikasi mesin genset, tapi itu berlaku pembudidaya skala besar oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Denny mencontohkan, pembuangan limbah pada tambak udang, misalnya jelas harus diterapkan jika tidak akan merugikan petambak itu sendiri karena mengganggu kualitas air di area budidaya dan menjadikan sumber penyakit.
“Pembuatan limbah melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) menjadi kewajiban, apabila tidak akan terbunuh oleh kelakuan sendiri,” bebernya.
Baca juga: Tahun Ini, Kementerian ESDM Targetkan 1.000 Unit Motor BBM Dikonversi Jadi Motor Listrik
Selain itu, budidaya keramba jaring apung (KJA) di waduk dianggap sebagai pencemaran utama dan peningkatan kesuburan, memperluas eceng gondok, kekumuhan dan mengganggu keindahan. Perebutan kewenangan pemberian izin berbagai instansi terkait khususnya di waduk atau reservoir.
Sedangkan budidaya perairan Payau memiliki jumlah izin yang banyak antara 22 – 27 jenis izin. Misalnya memasukkan air dari sungai, saluran dan laut.