News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Di Ambang Turbulensi, Krisis Ukraina Ancam Ketahanan Pangan Global, Pasokan Semakin Menipis

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gangguan pasokan yang disebabkan oleh konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan Rusia, sebagai negara yang menyediakan 30 persen gandum, 28 persen jelai, 18 persen jagung dan 75 persen pasokan minyak bunga matahari global, sekali lagi menjadi peringatan ancaman krisis pangan global.

Profesor Ekonomi Pertanian dan Direktur Pusat Penelitian Pembangunan di Universitas Bonn, Dr. Matin Qaim mengatakan sebagian besar jagung yang diimpor dari Ukraina digunakan untuk bahan makan ternak. Sehingga kemungkinan konflik di Ukraina dapat mempengaruhi kenaikan harga daging di kawasan Eropa.

Tim penyelamat menghilangkan gemuruh bangunan yang rusak di kota Borodianka, barat laut Kyiv, pada 7 April 2022, selama invasi militer Rusia diluncurkan ke Ukraina. (Photo by Aleksey Filippov / AFP) (AFP/ALEKSEY FILIPPOV)

"Saya tidak berpikir kita akan melihat rak kosong untuk produk makanan apa pun di Eropa, dan alasannya adalah, pertama-tama, kami tidak mengimpor gandum dari Ukraina atau Rusia, atau setidaknya tidak dalam jumlah besar. Kami mengimpor jagung dari Ukraina dan itu terutama digunakan sebagai pakan ternak sehingga itu adalah sesuatu yang mungkin kami rasakan." kata Dr. Matin Qaim.

Harga gandum melonjak, UE didesak bangun ketahanan sistem pangan

Dua negara yang sedang terlibat konflik, Ukraina dan Rusia sering disebut sebagai lumbung pangan dunia karena memproduksi sekitar 30 persen komoditas pangan seperti gandum dan jagung.

Walaupun Ukraina memilik luas wilayah 28 kali lebih kecil dari Rusia, namun negara ini menyediakan 16 persen gandum dan 12 persen jagung, untuk kebutuhan global.

Dua minggu setelah terjadinya konflik, Ukraina mengambil keputusan untuk melarang ekspor bahan makanan pokok, dan akan memprioritaskan bahan pangan untuk penduduknya. Sejak saat itu, Rusia mengikuti langkah Ukraina untuk melarang ekspor gandum ke beberapa negara tetangganya hingga akhir Juni.

Baca juga: Macron: Prancis Siap Jadi Salah Satu Penjamin Keamanan Ukraina Usai Perang

Untuk mengatasi kekhawatiran meningkatnya krisis pangan, para menteri pertanian Uni Eropa mulai mendiskusikan masalah ini, pada Kamis (7/4/2022) kemarin. Komisaris Uni Eropa untuk pertanian, Janusz Wojciechowski menyebut salah satu isu yang dibahas adalah cara untuk mengisi posisi Ukraina sebagai pengekspor biji-bijian dan gandum.

Bulan lalu, Komisi Eropa telah memberi dukungan khusus untuk Ukraina dan petani Eropa yang terkena dampak langsung oleh kenaikan harga pangan. UE juga menjanjikan akan meningkatkan ketahanan pangan di wilayah tersebut.

Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-44, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi

Untuk meningkatkan produksi UE lebih jauh, menteri pertanian Prancis Julien Denormandie mengatakan UE perlu memiliki target produksi yang dapat meningkatkan hasil pertanian dan memastikan semua orang mendapat bahan makanan.

"Rusia menggunakan biji-bijian sebagai instrumen strategis untuk menyebabkan kerusakan, Kita perlu mengurangi ketergantungan kita, dan untuk itu, kita perlu menentukan berapa banyak yang kita butuhkan," kata Denormandie, yang dikutip dari situs euobserver.com.

Denormandie juga mengingatkan Perjanjian Roma, salah satu dokumen pendiri UE, yang mewajibkan anggota UE untuk memastikan pasokan makanan yang stabil bagi warganya.

Namun, anggota UE lainnya menyoroti selain Eropa, ada wilayah lain yang jauh lebih berisiko terhadap krisis pangan, terutama negara-negara di Afrika. Banyak negara Afrika, termasuk Benin, Mesir, Sudan, Madagaskar, dan Burundi sangat bergantung pada gandum Ukraina.

Baca juga: Rusia Akhirnya Akui Kehilangan Banyak Tentara di Ukraina, tapi Masih Sangkal Kekerasan di Bucha

Lebih dari 31 juta orang diperkirakan membutuhkan bantuan pangan mendesak di wilayah Sahel di Afrika Barat karena kemarau panjang selama bertahun-tahun. Jumlah ini kemungkinan besar akan jauh lebih tinggi, mengingat adanya gangguan pengiriman pasokan yang sedang terjadi.

Seorang peneliti di Pusat Manajemen Kebijakan Pembangunan Eropa, Koen Dekeyser, memperingatkan adanya pembatasan ekspor gandum dan biji-bijian akan mendorong harga naik lebih jauh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini