Terdapat PP No 31 tahun 2021 mengenai penerapan IMO 2020 perihal standar emisi dengan maksimum kandungan sulfur sebesar 0,5 persen.
Sebagian besar kapal masih menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi karbon dan sulfur di atas 0,5 persen.
Maka dari sini, diambil peluang untuk menyediakan bahan bakar dengan emisi yang lebih rendah dan sulfur 0 persen.
Salah satu segmen yang diambil adalah ketika kapal berada dalam kawasan pelabuhan dan membutuhkan listrik.
“Pertama kami akan menggunakan LNG Power Barge yang memiliki generator listrik di atas kapal dengan sumber energi LNG. Bisa dikatakan sebagai powerbank di atas kapal. Kedua yaitu LNG Shore Connection untuk memenuhi kebutuhan listrik kapal niaga ketika tambat di pelabuhan,” jelas Nofrizal.
Estimasi biaya listrik di kapal berbahan bakar HSD sebesar 4500 s.d 5000 IDR/KWH.
Dengan menggunakan listrik dari powerbarge, kapal niaga akan menghasilkan nol emisi dan bisa lebih hemat biaya listrik 10-30 persen.
Inisiatif ke lima adalah Operation&Maintenance Fasilitas LNG untuk meningkatkan value creation dengan menjadi operator infrastruktur LNG baik di dalam Subholding Gas Group maupun di Pertamina Group.
Ini akan menambah revenue dan pengembangan kemampuan Subholding Gas di bidang pengelolaan serta pemeliharaan fasilitas LNG.
“Inisiatif-inisiatif pada bisnis LNG ini berangkat dari peluang LNG ke depan, di mana LNG punya peran penting pada masa transisi menuju net zero emission pada tahun 2060,” tutup Nofrizal.
--