Menteri Keuangan Sri Lanka Ali Sabry sebelumnya telah mengatakan negara harus segera merestrukturisasi utangnya dan mencari bantuan keuangan eksternal.
Namun karena ketidakcakapan presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa dalam mengelola ekonomi justru makin meningkatkan jumlah hutang bruto serta memunculkan adanya mosi tidak percaya pada pemerintah.
Melansir dari CAN, Inflasi di Sri Lanka pada bulan Maret kemarin telah mencapai 18,7 persen, angka ini jauh lebih tinggi dari beberapa bulan sebelumnya.
Para ahli menyebut jika tekanan inflasi Sri Lanka bisa terjadi lantaran beberapa hal diantarnya seperti meningkatnya permintaan konsumsi, gangguan pasokan domestik, depresiasi nilai tukar hingga adanya kenaikan harga komoditas secara global.
Meski dengan menggandakan suku bunga utama belum sepenuhnya dapat mengatasi krisis ekonomi, namun langkah yang diambil gubernur baru CBSL, P Nandalal Weerasinghe diharap bisa mempercepat Sri Lanka untuk untuk keluar dari krisis saat ini.
"Kenaikan suku bunga akan memberikan sinyal kuat kepada investor dan pasar bahwa kami akan keluar dari ini sesegera mungkin,” tambah Panduwawala.