TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR, Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyatakan pihaknya mempertanyakan tidak adanya penjelasan yang tuntas kepada publik pasca keputusan Presiden Joko Widodo melarang total (moratorium) ekspor minyak sawit.
Menurut Deddy, seharusnya Menko Perekonomian serta menteri terkait lainnya memberikan informasi tentang langkah-langkah yang sedang dilakukan oleh pemerintah sebagai tindak lanjut pasca berlakunya beleid moratorium ekspor.
“Ini Pak Menko, Kemenperin dan Kemendag pada kemana, mereka kan pelaksana tekhnis yang harus bertanggung jawab," kata Deddy di Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Baca juga: Kata Ekonom soal Larangan Ekspor Minyak Goreng, Picu Perang Dagang hingga Dinilai Untungkan Malaysia
Menurut Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, atau siapapun yang ditugaskan, harus mulai melakukan komunikasi publik tentang masa depan industri sawit. Sehingga tidak muncul kekacauan di lapangan.
Menurut Deddy, Petani kecil ingin tahu sampai kapan mereka akan dikorbankan oleh kebijakan ini.
Demikian juga pelaku industri sawit lainnya baik sedang, menengah atau besar.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, ketidakjelasan ini sangat merugikan.
Sebab saat ini, buah sawit produksi petani mulai ditolak oleh pabrik kelapa sawit (PKS) karena terbatasnya kapasitas penampungan.
Petani juga kewalahan karena harga TBS yang merosot tajam, sehingga tidak mampu menutup biaya produksi mereka.
“Sementara bagi pengusaha besar yang usahanya terintegrasi dari kebun, PKS, pabrik minyak goreng hingga distribusi tidak mengalami kerugian yang berarti. Saya khawatir sebab petani sudah mulai menjerit, apabila harga terus jatuh maka kemampuan mereka membeli pupuk juga hilang,” urai Deddy.
“Jika itu terjadi maka bisa dipastikan produktivitas sawit petani akan turun drastis tahun depan, sebab sawit sangat sensitif terhadap pemupukan,” jelasnya.
Baca juga: Demokrat soal Isu Dana Minyak Goreng untuk Penundaan Pemilu: Jika Benar, Ini Kejahatan Luar Biasa
Deddy menyarankan agar pemerintah segera mengatur kebijakan tata niaga yang baru.
Mulai dari penetapan harga TBS, harga CPO hingga harga minyak goreng curah dan kemasan.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah kembali menetapkan keharusan DMO minyak goreng curah dan kemasan, dengan mengatur rujukan harga keekonomian (DPO) dan HET.