"Selama pandemi jumlah penduduk miskin telah meningkat menjadi 26,5 juta orang (September 2021)," kata Awiek dalam keterangannya, Sabtu (23/4/2022).
Awiek menambahkan, fakta naiknya permintaan minyak goreng baik kemasan maupun curah saat Ramadan tidak diimbangi dengan kenaikan sisi pasokan bahan baku minyak goreng.
Sehingga, memerlukan langkah yang extra-ordinary.
Ia menyebut, tanpa adanya langkah kongkrit dari pemerintah mendorong pasokan bahan baku minyak goreng, akibatnya terjadi antrian panjang masyarakat.
Bahkan, pelaku usaha kecil berebut minyak goreng curah.
"Bahkan untuk membeli minyak curah perlu menunjukkan KTP kepada petugas agar tidak terjadi pembelian ganda," ucap Awiek.
Baca juga: Bantu Masyarakat Jelang Idul Fitri, Apical Group Gelar Bazaar Minyak Goreng Rp 15 Ribu Per Liter
Sementara harga minyak goreng kemasan yang dilepas ke mekanisme pasar terlalu jauh disparitas harganya.
Adapun selama masa Lebaran kenaikan permintaan minyak goreng sebesar 47 persen lebih tinggi dibanding waktu normal (data Badan Ketahanan Pangan).
Selain itu, antisipasi lonjakan kebutuhan minyak goreng bagi industri makanan minuman, serta pelaku usaha kuliner seperti warung makan pasca lebaran perlu segera diantisipasi.
Sejalan dengan pelonggaran aktivitas masyarakat di luar rumah, permintaan makanan akan terus meningkat.
"Meski ada devisa ekspor yang hilang, mengantisipasi kelangkaan minyak goreng dan menjaga stabilitas harga jauh lebih mendesak untuk jangka pendek," jelasnya.
Lantas, apakah pelarangan ekspor berlaku ke seluruh CPO?
Menurut Sekretaris Fraksi PPP DPR ini, hanya RBD olein atau bahan baku minyak goreng yang dilarang ekspor, sedangkan produk turunan CPO lain tidak dilarang.
Selama ini, RBD olein menjadi bahan baku minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, dan kemasan premium.
Pengusaha masih bisa leluasa mengekspor produk CPO selain RBD olein.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Reynas Abdila, Kompas.com/Elsa Catriana)
Simak berita lainnya terkait Harga Minyak Goreng