Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT Telkom Indonesia (Persero) merespon pernyataan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan yang mempersoalkan investasi Telkomsel ke PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
"Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Wakil ketua MPR terhadap kondisi saat ini, perlu kami jelaskan bahwa investasi PT Goto Gojek Tokopedia yang dilakukan Telkomsel sudah dilakukan sesuai tata kelola yang baik," kata Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Telkom Indonesia Ahmad Reza saat dihubungi, Kamis (19/5/2022).
"Salah satunya adalah meminta persetujuan pemegang saham mayoritas, yakni Telkom dan Singtel dan assessment dari investasi tersebut," sambung Reza.
Baca juga: Staf Khusus Menteri BUMN Tanggapi Nasib Investasi Telkom di GoTo
Menurutnya, investasi Telkomsel ke GoTo lebih bertujuan menghasilkan value synergic positif untuk menciptakan dan memperkuat ekosistem digital nasional.
"Investasi itu telah dan akan menciptakan value synergic positif yang akan dinikmati secara berkelanjutan," papar Reza.
Terkait penurunan harga saham GOTO beberapa hari lalu, Reza menilai hal tersebut merupakan dinamika pasar modal hanya bersifat jangka pendek.
"Dalam jangka menengah dan panjang, pasar modal Indonesia dan pertumbuhan ekosistem digital nasional, masih memiliki prospek yang sangat baik," tutur Reza.
Baca juga: Staf Khusus Menteri BUMN Tanggapi Nasib Investasi Telkom di GoTo
Tercatat, pada 2021 Gojek Indonesia kembali mendapat suntikan modal dari Telkomsel senilai 450 juta dolar AS atau setara Rp 6,3 triliun.
Suntikan modal ini dilakukan secara bertahap yang sebelumnya dimulai pada 2020.
Awalnya, suntikan modal terjadi pada November 2020 senilai 150 juta dolar AS, dan pada 2021 sebesar 300 juta dolar AS atau setara Rp 4,3 triliun.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan adanya investasi PT. Telkomsel di GOTO (Perusahaan merger Gojek dan Tokopedia) yang mencapai USD 370 juta atau setara Rp5 Triliun.
Pasalnya, harga saham GOTO kini anjlok 50 % lebih sejak IPO, hingga ke angka Rp194/lembar.
Anjloknya harga saham GOTO ini menunjukkan mungkin tidak adanya perhitungan yg matang atau risk management yg baik dalam investasi yang dilakukan PT. Telkomsel yang merupakan anak perusahaan BUMN Telkom. Harga saham GOTO turun hingga 26,9 % dari harga pembelian yang dilakukan oleh PT. Telkomsel sebesar Rp265,5/lembar.
Baca juga: Rp 50 Juta Sudah Dikembalikan, Denise Chariesta Ngotot Polisikan Medina Zein, Ingin Beri Efek Jera
Syarief Hasan menilai, investasi yang dilakukan oleh PT. Telkomsel sangat merugikan, dan karena termasuk uang Rakyat maka penegak hukum harus mendalami kasus besar ini. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mempertanyakan potensi konflik kepentingan dalam investasi tersebut.
Telkomsel yang telah menyuntik GOTO hingga Rp5 Triliun adalah uang Rakyat. Kita melihat juga adanya potensi konflik kepentingan di dalam persoalan ini. Bagaimana tidak, pemilik saham besar GOTO adalah lingkaran keluarga dari beberapa nama pejabat pemerintahan di negeri ini sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya," ungkap Syarief Hasan.
Ia juga mempertanyakan poin perjanjian kerjasama PT. Telkomsel dengan GOTO. Juga mengingatkan posisi PT. Telkomsel sebagai anak perusahaan BUMN.
"Tentu kita bertanya-tanya, apa yang menjadi aset dari GOTO ini sehingga PT. Telkomsel sangat berani berinvestasi triliunan rupiah? Harusnya ini semua dijelaskan secara terbuka dan transparan oleh PT. Telkomsel dan sebaiknya di audit dan hasilnya disampaikan ke Rakyat," Ungkap Syarief Hasan.
Baca juga: Terus Tertekan, Empat Hari Saham GOTO Anjlok, Menjauh dari Harga IPO
"Perlu diingat bahwa PT. Telkomsel adalah anak perusahaan BUMN PT. Telkom. Perusahaan ini adalah milik negara sehingga merugikan perusahaan akibat kebijakan yang salah tentu masuk kategori merugikan negara," tegasnya.
Politisi senior Partai Demokrat ini juga mengingatkan Menteri BUMN untuk melakukan evaluasi.
"Menteri BUMN harus mengambil tanggungjawab untuk melakukan evaluasi dan harus menghindari konflik kepentingan. Kita tidak ingin mendengar BUMN rugi karena kebijakan keliru dan cenderung merugikan negara akibat adanya kepentingan pribadi," tutup Syarief Hasan mengingatkan.