Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2022, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka pintu ekspor kembali produk CPO dan turunannya mulai 23 Mei 2022.
Permendag tersebut mengatur tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oilen and Used Cooking Oil.
"Pengaturan kembali ekspor CPO tetap berpegang pada prinsip bahwa kebutuhan CPO di dalam negeri dan keterjangkauannya merupakan hal yang utama," kata Lutfi dalam keterangannya, Rabu (25/4/2022).
Baca juga: Jokowi Cabut Larangan Ekspor CPO, Pengamat: Petani Sawit Bernapas Lega
Dalam Permendag 30/2022, eksportir diminta memenuhi syarat-syarat sebelum mendapatkan lampu hijau dari pemerintah menjual produk CPO dan turunannya ke luar negeri.
Lutfi menyebut, eksportir harus memiliki dokumen Persetujuan Ekspor (PE) sebagai syarat mengekspor CPO dan produk turunannya, sesuai yang diatur dalam Permendag tersebut.
"Masa berlaku Persetujuan Ekspor adalah enam bulan," ucapnya.
Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dicabut, Pimpinan Komisi VI DPR: Sudah Bekerja Efektif
Adapun tiga persyaratan yang harus dipenuhi ekspotir dalam memperoleh Persetujuan Ekspor, di antaranya :
1. Eksportir harus memiliki bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dengan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation/DPO) kepada produsen minyak goreng curah.
2. Bukti pelaksanaan distribusi DMO minyak goreng curah dengan DPO kepada pelaku usaha jasa logistik eceran dan membeli CPO dengan tidak menggunakan DPO.
3. Bukti pelaksanaan distribusi DMO produsen lain yang didahului dengan kerja sama antara eksportir dan produsen pelaksana distribusi DMO, disampaikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) berupa elemen data elektronik nomor induk berusaha dan nama perusahaan.
Pemerintah melalui Kemendag akan memberikan sanksi kepada eksportir yang melanggar ketentuan tersebut, yakni sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik di Sistem Indonesia National Single Window (SINSW), pembekuan PE, hingga pedncabutan PE.