News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tax Amnesty Tinggal 27 Hari Lagi, Berikut Cara Mengikuti hingga Konsekuensi Bagi Wajib Pajak Nakal

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wajib pajak memadati Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Sumatera Utara I, Medan, Sumatera Utara, Jumat (31/3/2017). Tax Amnesty Tinggal 27 Hari Lagi, Berikut Cara Mengikuti hingga Konsekuensi Bagi Wajib Pajak Nakal

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Pengampunan Sukarela (PPS) wajib pajak bakal berakhir kurang dari satu bulan lagi.

Wajib pajak diimbau ikut serta dalam program ini, sebelum berakhir pada 30 Juni mendatang.

Perlu diketahui, ada dua pilihan kebijakan yang ada pada program ini, di mana dua kebijakan tersebut memberikan tarif yang berbeda dengan tarif yang berbeda.

Baca juga: Komisi XI Singgung Sosialisasi Tax Amnesty Jilid II yang Perlu Dievaluasi

Kebijakan I merupakan Wajib Pajak yang sudah mengikuti tax amnesty 2016 baik WP badan maupun WP OP. Adapun harta yang dilaporkan merupakan harta hingga tahun 2015 yang belum dilaporkan dalam tax amnesty.

Adapun tarif yang dikenakan pada kebijakan I adalah 11 % untuk harta deklarasi luar negeri dan 8 % untuk harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri.

Sementara itu, kebijakan II dimanfaatkan WP OP baik peserta tax amnesty 2016 ataupun non peserta tax amnesty dengan waktu perolehan harta pada tahun 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Presiden Joko Widodo memberikan sosialisasi terakhir tax amnesty di Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017). (Harian Warta Kota/henry lopulalan)

Adapun tarif yang dikenakan pada kebijakan II adalah 18 % untuk harta deklarasi luar negeri dan 14 % untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri.

Pada tax amnesty Jilid II ini, pemerintah hanya memberikan kesempatan selama enam bulan yang terhitung mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Apabila batas waktu tersebut masih ada Wajib Pajak yang menyembunyikan hartanya, maka akan ada sejumlah sanksi yang akan dikenakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak mengungkap harta lainnya saat mengikuti tax amnesty 2016.

“Bagi peserta kebijakan I, apabila sampai dengan PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan pada saat mengikuti TA 2016, dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan tersebut dengan tarif 25 % (Badan), 30 % (Orang Pribadi), dan 12,5 % (Wajib Pajak Tertentu) ditambah sanksi 200 % (Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak),” tulis Neilmaldrin dalam keterangan tertulis kepada Kontan.co.id, dikutip Jumat (3/6/2022).

Baca juga: Berakhir 30 Juni 2022, Wajib Pajak Ikut Program Pengungkapan Sukarela Yuk!

Sementara itu, bagi OP peserta kebijakan II, apabila sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) akan dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 30 % .

Hal ini sesuai dengan Pasal 11 (2) UU Harmonisasi Perpajakan (HPP), ditambah sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Dapat disampaikan juga bahwa data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan dan/atau penuntutuan pidana terhadap WP”,” tulis Neilmaldrin.

Lebih lanjut Neilmaldrin mengatakan, apabila WP tidak ikut atau tidak seluruhnya melaporkan harta dalam program PPS dan dikemudian hari ditemukan data oleh DJP atas harta yang tidal dilaporkan, maka DJP akan menindaklanjutinya mulai dari klarifikasi/imbauan sampai dengan pemeriksaan hingga langkah penyidikan baru apabila terdapat indikasi tindak pidana pajak.

Ditjen Pajak mencatat, hingga Jumat (3/6/2022), ada 58.790 wajib pajak telah mengikuti program ini dengan 68.843 surat keterangan.

Sementara itu, pajak penghasilan (PPh) yang diterima negara dari program tersebut telah mencapai Rp 12,06 triliun dari total pengungkapan harta bersih sebesar Rp 120,02 triliun.

Secara terperinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 104,25 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 8,85 triliun. Adapun harta yang diinvestasikan telah mencapai Rp 6,91 triliun.

Baca juga: Dinilai Kurang Peminat, Apindo Dorong Para Pengusaha Ikut Tax Amnesty Jilid II

Tata Cara Mengikutinya

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022, dengan beberapa rincian tata cara pengungkapan harta wajib pajak (WP). 

Tata cara itu tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021 tentang tata cara pelaksanaan PPS. 

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengimbau agar wajib pajak segera memanfaatkan PPS, khususnya yang sebelumnya mangkir dari Program Tax Amnesty jilid I.

“Terutama, peserta Tax Amnesty yang dulu masih ketinggalan harta-hartanya. Ini kesempatan, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ujarnya dalam Media Briefing DJP, ditulis Jumat (3/6/2022). 

Sebab, beberapa wajib pajak dinilai masih ragu berpatisipasi dalam Tax Amnesty I, dan masih menginventarisir dokumennya, sehingga telat ikut. 

“Ada keraguan, sebagian masih ikut, tapi belum seluruh aset dilaporkan. Bahkan banyak yang ketinggalan, dan kalau melihat data, saya pikir masih banyak yang ikut," kata Yoga. 

Adapun dari sisi teknis, pengungkapan harta PPS dilakukan melalui sistem digital alias online, untuk memperkecil interaksi antara pelapor pajak dengan petugas pajak.

Baca juga: Komisi XI Singgung Sosialisasi Tax Amnesty Jilid II yang Perlu Dievaluasi

Lebih lanjut dalam PPS, ada dua kebijakan dengan tarif PPh final berbeda sesuai keadaan harta, di mana kebijakan I untuk peserta wajib pajak badan maupun orang pribadi yang memiliki harta perolehan tahun 2015, tapi belum diungkapkan dalam program Tax Amnesty tahun 2016.

Sementara, kebijakan II untuk peserta orang pribadi (OP) yang memiliki harta perolehan tahun 2016 hingga 2020, tapi belum diungkapkan dalam SPT Tahunan. 

Berikut tata cara pengungkapan harta dalam program PPS tahun 2022 berdasarkan PMK Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021: 

1. Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps

2. SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi. 

3. Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

4. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif. 

5. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai nol. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

Baca juga: Dinilai Kurang Peminat, Apindo Dorong Para Pengusaha Ikut Tax Amnesty Jilid II

6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).

7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang). 

8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu: 

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor. 
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP). 

9. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu: 

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Baca juga: Berakhir 30 Juni 2022, Wajib Pajak Ikut Program Pengungkapan Sukarela Yuk!

Kurang Sosialisasi

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II yang berlangsung sejak awal Januari - Juni 2022 kurang sosialisasi.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo DKI Jakarta Nurjaman mengatakan, masih banyak anggota yang belum memahami soal Tax Amnesty Jilid II.

"Disosialisasi mungkin kurang gencar. Jangan dipandang seluruh pengusaha sudah mengerti Tax Amnesty, tujuan Tax Amnesty, belum juga," ujar Nurjaman saat dihubungi, Jumat (3/6/2022).

Menurut Nurjaman, pemerintah perlu menggencarkan sosialisasi Tax Amnesty Jilid II yang kini menyisakan kurang dari 30 hari, yakni hingga 30 Juni 2022.

"Perlu gencarkan lagi sosialisasi apakah sama dengan jilid pertama, apa kelebihan jilid kedua, apa ada yang lebih menguntungkan. Itu dibuka oleh pemerintah melalui sosialisasi transparan, terbuka, dan masif," kata Nurjaman.

Namun, Nurjaman tetap mendorong para anggotanya, para wajib pajak untuk berpartisipasi dalam Tax Amnesty Jilid II.

"Apindo mendorong kepada para pengusaha untuk mengikuti Tax Amnesty Jilid II agar tertib administrasi di bidang perpajakan," katanya.

Diketahui tenggat waktu PPS atau Tax Amnesty Jilid II kini menyisakan kurang dari 30 hari, yakni hingga 30 Juni 2022. Melalui program itu, wajib pajak bisa mendapatkan keuntungan seperti bebas dari sanksi dan denda.

Denda administrasi sebesar 200 % dijatuhkan ketika Ditjen Pajak menemukan harta yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) hingga batas waktu terakhir PPS. Sanksi 200 persen itu sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 UU Tax Amnesty (pengampunan pajak). (Tribunnews.com/Kontan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini