“Bappenas dengan didukung UNDP dan Pemerintah Denmark telah meluncurkan Laporan “Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Ekonomi Sirkular di Indonesia” yang menunjukan bahwa sektor Elektronik sebagai salah satu sektor prioritas dalam penerapan ekonomi sirkular.
Penerapan Ekonomi sirkular yang lebih dari sekedar pengelolaan sampah, namun juga mencakup pengelolaan sumber daya alam pada kelima sektor prioritas (Elektronik, Makanan dan Minuman, Tekstil, Konstruksi, dan Retail yang berfokus pada kemasan plastik) berpotensi meningkatkan PDB pada kisaran Rp 593 triliun hingga Rp 638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030. ” ujar Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto.
Baca juga: Indonesia-Korea Selatan Teken Kerja Sama di Bidang Manajemen Limbah
Secara khusus di dalam studi tersebut juga diketahui bahwa penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik berpotensi meningkatkan PDB Rp12,2 triliun pada 2030.
Pada aspek lingkungan, penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik diprediksi dapat membantu Indonesia menghindari hampir 0,4 juta ton emisi CO2 dan menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada 2030.
Dari sisi sosial, sirkularitas di sektor elektronik juga dapat menghasilkan penghematan rumah tangga tahunan senilai sekitar Rp88.000 atau 0,2 persen dari rata-rata pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.
“Alat elektronik multifungsi dengan daya pakai yang pendek membuat banyak pihak, termasuk kami, perlu memikirkan solusi yang efisien agar e-waste di Indonesia bisa lebih terkendali.
Temuan dari kajian Bappenas, membuat kami percaya bahwa penerapan ekonomi sirkular tidak hanya dapat mengurangi timbulan e-waste, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap aspek ekonomi dan sosial.
Baca juga: Tekan Limbah dan Pencemaran Lingkungan, Ekonomi Sirkuler Kini Mulai Diadopsi Industri Fesyen
Dengan ekonomi sirkular, alur industri elektronik tidak lagi terdiri atas produksi, konsumsi, dan buang, melainkan produksi, konsumsi, dan kelola dengan bijak,” jelas Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif dari Greeneration Foundation, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup bermitra dengan Kementerian PPN/BAPPENAS dan UNDP Indonesia, serta didukung oleh Kerajaan Denmark dalam usaha mengkomunikasikan penerapan ekonomi sirkular kepada masyarakat Indonesia.
Prinsip 9R ekonomi sirkular –yang terdiri dari Refuse - Rethink - Reduce - Reuse - Repair - Refurbish - Remanufacture - Repurpose - Recycle – menjadi kunci dalam penggunaan barang elektronik yang lebih berkelanjutan.
Beberapa prinsip 9R yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi atau mengganti penggunaan bahan dasar alat elektronik berbahaya (refuse).
Contohnya, produsen alat elektronik dapat mengganti refrigeran halokarbon pada pendingin udara dengan refrigeran berbahan hydrocarbon (HC) yang hemat energi.
Konsumen juga dapat memilih alat elektronik yang bisa digunakan bersama untuk mengurangi konsumsi alat elektronik (rethink).
Barang elektronik yang sudah tidak terpakai tetapi masih berfungsi dapat diberikan pada kerabat atau disumbangkan agar tidak terbuang dan tetap bisa digunakan (reuse).
Tahapan siklus 9R selanjutnya, alat elektronik yang rusak dapat dibawa ke tempat reparasi (repair) untuk memperpanjang masa pakainya atau ke tempat reparasi resmi yang menyediakan layanan peremajaan alat elektronik (refurbish).