Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sri Lanka mulai melakukan penutupan sekolah dan sebagian aktivitas pelayanan pemerintahannya, setelah mengalami kebangkrutan akibat gagal bayar utang luar negeri.
Direktur Riset Center of Reform on Ekonomics (Core) Piter Abdullah mengatakan, Indonesia tidak memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan Sri Lanka, baik di sektor keuangan maupun sektor perdagangan.
"Krisis kebangkrutan di Sri Lanka tidak akan banyak berdampak ke Indonesia," ujar Piter saat dihubungi, Rabu (22/6/2022).
Baca juga: Indeks Harga Konsumen Sri Lanka Melonjak 45,3 Persen pada Mei 2022, Tertinggi Sejak 2015
Menurutnya, kondisi utang yang dimiliki Indonesia jauh berbeda dengan Sri Lanka, di mana pengelolaan utang Indonesia berjalan cukup baik.
Bahkan, kata Piter, langkah pemerintah Indonesia mengelola utangnya secara baik diakui oleh lembaga-lembaga internasional.
"Disiplin fiskal kita sangat terjaga. Indonesia tidak pernah bermasalah memenuhi kewajiban pembayaran cicilan bunga dan pokok utang," katanya.
"Secara jumlah juga utang indonesia relatif aman. Rasio utang indonesia sangat rendah dibandingkan negara-negara setaranya," sambung Piter.
Ia menyebut, keputusan berutang memang tidak terelakan, apalagi di tengah kenaikan harga-harga yang menambah beban subsidi pemerintah dan jika ingin menurunkan utang maka perlu mengurangi subsidi.
Baca juga: Sri Lanka Kehabisan Pasokan BBM, Pemerintah Tutup Aktivitas Perkantoran dan Sekolah Dua Minggu
Namun, hal itu dapat membuat harga semakin meningkat dan terjadi lonjakan inflasi di dalam negeri.
"Masyarakat tentu tidak menginginkan hal ini. Konsekuensinya beban fiskal akan meningkat yang artinya tidak mungkin mengelakkan utang pemerintah. Yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah terus disiplin menjaga besaran defisit sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang," paparnya.