Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah dan Pertamina masih konsisten mempertahankan harga BBM Solar dan Pertalite serta LPG 3 Kg tidak naik di tengah harga minyak mentah global yang terus bertahan di atas U$ 110 per barel.
Padahal sejumlah badan usaha domestik, termasuk juga di luar negeri, menaikkan harga BBM, jauh di atas harga BBM subsidi dan BBM nonsubsidi yang dijual Pertamina.
Kalangan ekonom mengapresiasi kebijakan Pemerintah dan Pertamina tersebut.
Namun, menahan harga solar, Pertalite dan LPG 3 kg memiliki konsekuensi terhadap peningkatan beban subsidi energi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah hingga mencapai Rp 500 triliun pada 2022.
Ekonom meminta pemerintah menjaga agar subsidi BBM dan LPG 3 kg bisa lebih tepat sasaran.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan subsidi BBM dan LPG 3kg memiliki dampak positif terhadap konsumsi rumah tangga khususnya kelompok 40 persen pengeluaran terbawah. Selama ini penduduk miskin dan rentan memanfaatkan subsidi BBM dan LPG sehingga terdapat disposable income yang digunakan untuk belanja kebutuhan lain.
“Kalau ada sisa belanja karena BBM-nya disubsidi, orang miskin bisa beli keperluan sekolah anak, misalnya. Ini sangat membantu menjaga daya beli terlebih saat ini ancaman dari kenaikan harga pangan terjadi,” ujar Bhima di Jakarta, Senin (27/6/2022).
Bhima menyebutkan langkah pemerintah mengalokasikan dana Rp 500 triliun untuk subsidi energi dan dana kompensasi jelas tidak percuma. Ini sangat membantu percepatan pemulihan konsumsi rumah tangga dan jaga stabilitas inflasi.
Baca juga: Edan, Dugaan Penyelewengan BBM Subsidi Tembus Hingga 257.455 Liter, Terbesar di 3 Provinsi Ini
“Bayangkan kalau harga Pertalite naik menjadi harga keekonomian di Rp 14.000 per liter yang pusing bukan hanya pemilik kendaraan bermotor tapi guncangan inflasi bisa melemahkan kurs rupiah dan membuat aliran modal keluar. Indonesia bisa terjun ke resesi ekonomi,” jelas Bhima.
Namun, lanjut Bhima, pendistribusian subsidi ini tidak boleh lagi serampangan. Perbaikan data demi memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.
Baca juga: Pengamat: Efisiensi Pertamina Sudah Tepat, Masyarakat Diimbau Bijak Gunakan BBM Subsidi
Bhima menyatakan subsidi bisa lebih tepat sasaran kuncinya ada pada integrasi data kependudukan dengan data kendaraan. Kriteria penduduk yang rentan dan miskin sudah ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun itu belum sinkron dengan data kendaraan bermotor. “Akhirnya sinkronisasi data ini yang sulit,” katanya.
Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, secara konsep subsidi seharusnya untuk membantu peningkatan daya beli masyarakat. Namun untuk subsidi BBM, tidak sepenuhnya tepat.
Baca juga: Pengguna BBM Subsidi Bakal Dibatasi, Ini Lho Kendaraan Yang Diharamkan Pakai Pertalite
“Mengingat ada filosofi yang kurang tepat karena yang dapat subsidi justru yang mampu atau pemilik mobil,” katanya.