Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Krisis pangan yang tengah terjadi di pasar global, telah memicu lonjakan harga kebutuhan pokok di Inggris. Bahkan selama bulan Juni ini harga makanan segar di Inggris telah naik sebanyak 6 persen.
Kenaikan tersebut menjadi yang terparah dalam 14 tahun terakhir, tepatnya sejak September 2008. Menurut survey yang diterbitkan oleh Konsorsium Ritel Inggris (BRS), melonjaknya biaya bahan mentah di Inggris terjadi karena adanya krisis pangan dan pupuk, imbas memanasnya perang Rusia dan Ukraina.
"Pengecer bekerja untuk menemukan lebih banyak cara untuk melindungi pelanggan mereka dari dampak terburuk inflasi, tetapi jika biaya terus meningkat," kata Helen Dickinson, kepala eksekutif BRC.
Baca juga: Resesi Ekonomi Memicu Era Krisis
Kondisi ini makin diperparah dengan adanya langkah ekstrim The Fed yang bulan lalu telah menaikkan suku bunganya sebesar 75 poin. Hal tersebut lantas mengerek inflasi pada harga konsumen di Inggris, hingga membuat tujuh juta warga berpenghasilan rendah kesulitan untuk mencukupi berbagai kebutuhan pokok seperti membeli makanan, pemanas, hingga perlengkapan mandi.
Sejumlah cara telah dilakukan pemerintah Inggris untuk menekan laju inflasi, salah satunya dengan memberikan suntikan dana senilai 18,3 miliar dolar AS pada bulan Mei lalu untuk keluarga berpenghasilan rendah di seluruh kota Inggris, mengutip dari Bloomberg.
Baca juga: Bencana Resesi Mengancam Banyak Negara, BI Klaim Sektor Perbankan Masih Aman
Namun langkah tersebut tampaknya belum cukup mampu mengekang pergerakan inflasi, justru inflasi harga toko di sepanjang bulan Juni meningkat menjadi 3,1 persen didorong oleh lonjakan harga makanan sebanyak 5,6 persen.
Bank of England (BOE) menyebut bahwa inflasi di Inggris diperkirakan akan terus berlanjut dan meningkat drastis pada musim gugur nanti, dimana inflasi akan tembus di angka 11 persen.
Ini tentunya menjadi pukulan berat bagi Inggris mengingat pada bulan Oktober nanti Inggris resmi memutus kontrak impor energi Rusia, sehingga energi yang dijual di Inggris akan semakin melonjak. Jika tekanan inflasi tak kunjung mereda maka Inggris dipastikan terperosok masuk dalam jurang resesi.