Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu menaikkan suku bunga acuannya sebagai upaya menahan pelemahan rupiah lebih dalam.
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah ke level Rp 15.000 per dolar AS sudah di depan mata, sehingga BI perlu mengimbangi langkah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk meredam pelemahan rupiah ke depannya.
"Alasan inflasi naik bisa dijadikan alasan untuk menaikan suku bunga acuannya," kata Ariston saat dihubungi, Jumat (1/7/2022).
Baca juga: Rupiah Makin Melemah, Sore Ini Dekati Level Rp 15.000 Per Dolar AS
Menurutnya, rupiah pada perdagangan hari ini sejak pagi sudah melemah terhadap dolar AS, seiring tekanan dari eksternal dan internal.
"Dolar AS menguat masih karena efek isu resesi dan rencana bank sentral AS yang akan melanjutkan kebijakan pengetatannya agresif tahun ini," paparnya.
Ia menyebut, isu resesi mendorong pasar keluar dari aset berisiko termasuk rupiah, dan indeks saham Asia termasuk IHSG turut bergerak negatif.
"Semalam data indikator inflasi AS, Core PCE Price Index bulan Mei masih memperlihatkan level inflasi AS yang tinggi, sehingga ini memberikan alasan bagi the Fed untuk menaikan suku bunga acuannya dengan agresif tahun ini," ujarnya.
Baca juga: Awali Juli, Rupiah Terpantau Melemah Terhadap Dolar AS, Semakin Dekati Level Rp 15.000
Dari dalam negri sendiri, kata Ariston, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi Indonesia tembus 4 persen secara tahunan.
Inflasi yang meninggi disebabkan kenaikan harga bahan pangan dan bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Bila tidak berhasil dikendalikan sehingga ini memberikan dampak negatif ke rupiah," ucap Ariston.
Pada sore ini, rupiah tertekan ke posisi Rp 14.942 atau melemah 39 poin dari posisi penutupan perdagangan kemarin Rp 14.903 per dolar AS.
Sementara, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia melemah ke posisi Rp 14.956 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.882 per dolar AS.