News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Terus Melemah, Semakin Mendekati Level Rp 15.000 Per Dolar AS

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karyawan menunjukkan mata uang Rupiah dan Dolar AS di tempat penukaran uang di Jakarta, Kamis (14/10/2021). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin melemah dan mendekati level Rp 15.000 per dolar AS. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin melemah dan mendekati level Rp 15.000 per dolar AS. 

Pada Senin (4/7/2022), rupiah melemah 29 poin ke posisi Rp 14.971 dari penutupan hari sebelumnya Rp 14.942 per dolar AS. 

Sementara, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia melemah ke posisi Rp 14.970 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.956 per dolar AS.

Baca juga: Sikapi IHSG Turun, Rupiah Menguat Tipis, Investor Akan Pertimbangkan Sejumlah Hal Ini

"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif tapi ditutup melemah di rentang Rp 14.960 sampai Rp 15.020 dolar AS," kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi. 

Menurutnya, penguatan dolar AS karena investor mencari keamanan seiring kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan global.

"Investor sekarang menunggu risalah dari pertemuan Fed pada Juni yang dijadwalkan pada hari Rabu. Ini hampir pasti terdengar hawkish mengingat The Fed memilih untuk menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin," ujarnya.

Sentimen internal, Ibrahim menyebut pelaku pasar terus menyoroti tingginya inflasi global yang berdampak terhadap inflasi di Indonesia. 

"Tingginya inflasi bisa memberikan ketidakpastian dan mengganggu potensi pertumbuhan, sehingga pemerintah harus meningkatkan kewaspadaan dari kemungkinan kenaikan inflasi hingga akhir 2022," katanya. 

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 4,35 persen (yoy) pada Juni 2022 atau sedikit lebih tinggi dari proyeksi empat persen plus minus satu persen. Realisasi ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017.

Baca juga: Sikapi IHSG Turun, Rupiah Menguat Tipis, Investor Akan Pertimbangkan Sejumlah Hal Ini

Tertekan oleh Sentimen Eksternal

Sentimen eksternal seperti kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), inflasi dan kebijakan bank Sentral Global yang mulai agresif masih akan menjadi faktor utana pergerakan rupiah pekan depan.

Selain dari faktor eksternal, sentimen internal juga turut mempengaruhi pergerakan rupiah.

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan hari Jumat (1/7) Rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.943 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terkoreksi 0,27 persen.

Dalam sepekan terakhir, pelemahan rupiah di pasar spot mencapai 0,63 persen .

Hal yang serupa juga dialami rupiah di kurs referensi Jisdor Bank Indonesia (BI). Mata uang Garuda ini ditutup terkoreksi 0,50 persen ke Rp 14.956 per dolar AS. Dengan demikian, dalam sepekan rupiah sudah melemah 0,74 % .

Baca juga: Kurs Rupiah Besok Diperkirakan Masih Akan Tertekan oleh Sentimen Eksternal

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan pergerakan rupiah pada Senin (4/7) fokus utama masih seputar inflasi dan kebijakan bank Sentral Global yang mulai agresif untuk menekan inflasi dengan kenaikan suku bunga.

"Bulan Juli akan banyak agenda dari bank Sentral yang akan memutuskan kebijakan mereka di tengah suhu politik dan inflasi yang panas. Kendala pasokan dan energi masih menjadi pendorong utama inflasi," ucap Sutopo kepada Kontan.co.id, Jumat (1/7/2022).

Sutopo mengatakan potensi pelemahan rupiah masih mungkin terjadi mendekati ambang batas psikologi Rp 15.000.

Namun perlu dicermati, bahwa hampir semua mata uang berada di dekat dukungan dan tahanan tahunan, sehingga sewaktu-waktu aksi pengambilan untung bisa terjadi.

"USD dan franc menjadi mata uang lindung nilai di tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak pasti. Perang Rusia- Ukraina, penguncian Tiongkok, penghentian pasokan gas Rusia untuk sebagian negara Eropa masih akan menjadi tajuk utama bulan Juli," ucap Sutopo.

Menurut Sutopo, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh sentimen mendasar dari keraguan pasar akan upaya Bank Sentral untuk mengendalikan inflasi.

Baca juga: Dekati Level Rp 15.000 Per Dolar AS, Analis: Bank Indonesia Harus Redam Pelemahan Rupiah

"Bank Sentral terlihat memainkan pedal gas dan rem, di satu sisi berusaha memerangi inflasi, di sisi lain berharap resesi tidak terjadi," ucap Sutopo.

Sementara Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan pada perdagangan Senin. Kebijakan The Fed yang semakin hawkish diperkirakan akan berlanjut merespons tingginya inflasi AS di tengah bayangan resesi ekonomi AS.

"Dari domestik, pelaku pasar menanti data inflasi yang direspons pada awal bulan. Inflasi meningkat sebesar 0,61 % month on month (mom) pada Juni 2022. Capital outflow yang berlanjut masih menjadi sentimen negatif bagi rupiah," ucap Reny.

Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, pergerakan rupiah minggu depan diperkirakan mendekati level psikologis Rp 15.000, dan melihat tekanan masih sangat kuat di tengah sentimen risk off.

"Terlebih dengan rilis data tadi siang yang menunjukkan inflasi naik menjadi 4,35 % jauh di atas perkiraan pasar akan semakin menekan BI untuk menaikkan suku bunga. Apabila BI tidak mengintervensi, maka rupiah akan mendekati atau malah melewati 15rb," ucap Lukman.

Sutopo memproyeksikan Rupiah pada perdagangan Senin (4/7) di rentan harga Rp 14.800 per dolar AS - Rp 15.000 per dolar AS.

Sementara Reny memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 14.875 per dolar AS - Rp 14.967 per dolar AS. Lukman memproyeksikan Rupiah di rentan harga Rp 14.875 per dolar AS - Rp 15.000 per dolar AS.

Baca juga: Awali Juli, Rupiah Terpantau Melemah Terhadap Dolar AS, Semakin Dekati Level Rp 15.000

Bank Indonesia Harus Redam Pelemahan Rupiah

Bank Indonesia (BI) dinilai perlu menaikkan suku bunga acuannya sebagai upaya menahan pelemahan rupiah lebih dalam.

Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah ke level Rp 15.000 per dolar AS sudah di depan mata, sehingga BI perlu mengimbangi langkah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk meredam pelemahan rupiah ke depannya.

"Alasan inflasi naik bisa dijadikan alasan untuk menaikan suku bunga acuannya," kata Ariston saat dihubungi, Jumat (1/7/2022).

Menurutnya, rupiah pada perdagangan hari ini sejak pagi sudah melemah terhadap dolar AS, seiring tekanan dari eksternal dan internal.

Baca juga: Sektor Properti China Mulai Meredup Usai Shimao Group Dihantam Default Triliunan Rupiah

"Dolar AS menguat masih karena efek isu resesi dan rencana bank sentral AS yang akan melanjutkan kebijakan pengetatannya agresif tahun ini," paparnya.

Ia menyebut, isu resesi mendorong pasar keluar dari aset berisiko termasuk rupiah, dan indeks saham Asia termasuk IHSG turut bergerak negatif.

"Semalam data indikator inflasi AS, Core PCE Price Index bulan Mei masih memperlihatkan level inflasi AS yang tinggi, sehingga ini memberikan alasan bagi the Fed untuk menaikan suku bunga acuannya dengan agresif tahun ini," ujarnya.

Dari dalam negri sendiri, kata Ariston, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi Indonesia tembus 4 persen secara tahunan.

Inflasi yang meninggi disebabkan kenaikan harga bahan pangan dan bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Bila tidak berhasil dikendalikan sehingga ini memberikan dampak negatif ke rupiah," ucap Ariston.

Pada sore ini, rupiah tertekan ke posisi Rp 14.942 atau melemah 39 poin dari posisi penutupan perdagangan kemarin Rp 14.903 per dolar AS.

Sementara, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia melemah ke posisi Rp 14.956 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.882 per dolar AS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini