TRIBUNNEWS.COM - “Miss Jenny Inclusive bukan punya saya sendiri. Miss Jenny saya bangun untuk memenuhi kebutuhan kawan-kawan komunitas, kelompok rentan, untuk survive di masa pandemi. Membangun kesadaran mereka untuk mandiri secara ekonomi”.
Demikian pernyataan Nendi, founder Miss Jenny Inclusive, yang memproduksi berbagai kreasi tote bag, pouch, dan clutch dari kanvas.
Masa-masa awal pandemi, Maret 2020, membuat banyak orang terpuruk secara ekonomi.
Hal itu pula yang dilihat Nendi terjadi pada komunitas transpuan. Mereka mengalami kesulitan ekonomi akibat situasi pandemi Covid-19.
Dua tahun lalu, kata Nendi, banyak yang susah mendapatkan pemasukan.
“Saya mengajak kawan-kawan komunitas berwirausaha di masa Covid-19 untuk berinovasi dan memasarkannya secara online,” kata Nendi.
Produk yang mereka hasilkan adalah totebag multifungsi yang bisa digunakan untuk bekerja maupun berbelanja.
Semuanya dilakukan secara otodidak, mulai dari belajar desain hingga menjahit.
Nendi menekankan, meski awalnya ia berjalan sendiri, kini banyak yang tertarik untuk belajar dan berkreasi di Miss Jenny Inclusive.
“Miss Jenny bukan punya saya sendiri. Saya membangunnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi kawan-kawan komunitas rentan sehingga bisa survive di masa pandemi ini,” ujar dia.
Dengan modal sekitar Rp3 juta, Nendi menggunakannya untuk pengadaan mesin jahit dan bahan-bahan lainnya meski dalam jumlah minim.
Ia bersama teman-temannya belajar selama tiga bulan untuk membuat produk-produk tersebut.
Produk Miss Jenny Inclusive tidak hanya dipasarkan di sekitar Yogyakarta, tetapi juga ke berbagai daerah, hingga mancanegara.
Miss Jenny Inclusive mendapatkan pesanan kesekian kalinya dari seorang konsumen di Belanda.