Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEW.COM, BEIJING – Prospek saham – saham Asia dalam tiga bulan terakhir terus menunjukan kemunduran, hingga membuat MSCI Asia Pacific Index ambles dan turun sebanyak 16 persen.
Angka ini bahkan tercatat sebagai penurunan paling tajam yang pernah didapat MSCI Asia Pacific sejak delapan kuartal terakhir. Mengutip Bloomberg, anjloknya prospek bursa saham Asia terjadi imbas dari adanya sentimen panas yang terjadi di China.
Diantaranya seperti penguncian wilayah di seluruh kawasan Shanghai dan Beijing akibat melonjaknya penyebaran virus Covid-19.
Baca juga: Lima Perusahaan China Berencana Delisting dari Bursa Saham AS, Ini Daftarnya
Dampak penguncian inilah yang membuat siklus semikonduktor mengalami guncangan hingga memperlambat pendapatan regional China.
Ini terjadi lantaran perusahaan - perusahaan semikonduktor asal negara tirai bambu menyumbang 20 persen dari ukuran MSCI Asia.
Tak hanya hanya saham MSCI Asia saja yang ambles, beberapa saham perusahaan teknologi asal Korea yaitu Samsung Electronics Co ikut terkerek jatuh dan merugi sebesar 16 persen sementara SK Hynix Inc turun 34 persen dari puncaknya baru-baru ini, mengutip penurunan permintaan global untuk elektronik seperti ponsel dan PC yang dilansir dari Reuters.
Selain sentiment diatas, adanya ketegangan geopolitik antara China dan Taiwan akibat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei, juga telah membuat sejumlah saham di pasar Asia berkontraksi.
“Pendapatan belum memasuki siklus baru, ketegangan geopolitik akan terus diperhitungkan, dan kondisi keuangan tetap terbatas,” kata Rajat Agarwal, ahli strategi ekuitas Asia di Societe Generale SA.
Meski pasar saham Asia tengah mengalami gejolak akibat amblesnya indeks MSCI Asia Pacific Index, namun ada beberapa sinyal positif yang diberikan negara berkembang di luar China pada bursa saham Asia.
Baca juga: Pejabat Keamanan Taiwan Bujuk Foxconn Lepas Saham di Tsinghua Unigroup
Dimana kepemilikan saham di pasar negara berkembang di luar China selama empat minggu berturut-turut terus mencatatkan kenaikan hingga menembus rekor terpanjang sejak Januari.
Kenaikan tersebut terjadi setelah pemerintah AS mengumumkan adanya penurunan inflasi, alasan ini yang membuat indeks dolar yang mengukur greenback melemah terhadap mata uang lainnya
Kesempatan tersebut lantas dimanfaatkan investor untuk membuka kembali permainan saham di Asia Tenggara khususnya di sektor pariwisata dan ritel.
Baca juga: Elon Musk Jual 7,9 Juta Saham Tesla, untuk Bayar Tuntutan Twitter?
Meski begitu analis memperingatkan investor agar tetap waspada dalam menghadapi perdagangan pasar saham laba yang masih berkontraksi.
Langkah ini perlu diambil guna mengantisipasi terjadinya pembengkakan kerugian dalam jangka panjang.
"Ini masih hari-hari awal dan kita harus mengamati tren inflasi inti AS dan lapangan kerja dalam beberapa bulan mendatang untuk mendapatkan kepercayaan investor lebih lanjut dalam keberlanjutan tren ini," kata Haider Ali, manajer portofolio asosiasi untuk strategi ekuitas penemuan pasar negara berkembang perusahaan di Hongkong.